Image

Waktu yang berlalu

waktu yang berlaluAda sebuah cerita
Suatu ketika Sang guru tiba ditepi sungai. Di pinggir sungai tinggal seorang fakir. Banyak orang yang berziarah kesana untuk mendengar ajaran dari fakir. Orang bilang bahwa fakir itu sanggup berjalan diatas air. Setelah bertegur sapa, sang Guru bertanya, ” Berapa lamu kamu berlatih hingga mampu berjalan diatas air?”

Dengan bangga sang fakir menjelaskan metode yang dipelajarinya selama 25 tahun, bahkan ia harus berlatih keras selama berjam jam tiap harinya. Berkatalah sang Guru kepada fakir itu “Engkau berkorban begitu banyak supaya dapat berjalan diatas air. Pernahkan engkau membayangkan betapa banyak perbuatan baik yang dapat engkau lakukan dalam 25 tahun daripada menghabiskan waktuku untuk mempelajari sesuatu yang dapat dilakukan setiap orang dengan sebuah perahu?”

Cerita dari Suwardjono HS

Sebuah cerita yang membuat aku lalu mempertanyakan :
Apakah yang selama ini apa yang aku lakukan telah membawa kebermanfaatan, bernilai kebaikan, dan memberikan pengaruh?

22 tahun berlalu begitu cepat. Rasanya baru kemaren aku bermain main hujan disekitar rumah, mandi dikali, masak masakan dan menjadi sedikit nakal untuk tidak mau tidur siang. Berboncengan, bertiga berempat berlima dengan kawan kawan yang sekarang sebagian sudah menikah. Berlarian ditegalan karena ketakuan dengan anak sapi yang aku pikir “tergoda dengan warna merah” seragam sekolah. Begitu waktu cepat berlalu, begitu aku merasa cepat sekali tumbuh, begitu waktu merenggut muda para orang tua, begitu masa yang merubah manusia menjadi berbeda. Waktu yang berlalu melenakan pikiran, masa dan membuat tanya, apa yang sudah aku lakukan?

Tidak pernah bisa dienyahkan, bahwa Tuhan hanya mau kita tumbuh dengan kebaikan amal. Menjadikan kita bermanfaat untuk yang lainnya. Tidak pernah bisa dielakkan bahwa Tuhan hanya ingin kita mencinta padaNya, mencintai makhluknya, dan mencintai semuanya dengan porsinya. Beribadah.

Image

Pilihan

child

Katanya, didepan akan ada persimpangan jalan. Benar saja. Setiap kali kita akan menemui jalan yang membuat kita harus memilih tanpa bisa kita lalui begitu saja. Membiarkan kaki berjalan menapaki dan membuat jejak sesukanya. Tak seperti air yang akan suka mengalir ke bawah karena gravitasi yang menanggungnya. Atau sekedar air yang melewati celah sesukanya, dengan sedikit pengaruh gaya, tekanan dan diameter bidang. Sebebas angin yang mengisi setiap celah dibumi. Andai bisa sesederhana itu kita melalui hidup. Nyatanya beberapa kesempatan kita harus memilih jalan dipersimpangan. Kekanan atau kekiri. Maksudku bukan berarti hidup itu rumit dan memusingkan.
Dan saat itu jaring jaring takdir siap ditebarkan setelahnya. Aku kadang tidak paham, apakah manusia punya beberapa takdir dalam berbagai pilihan, dalam prosesnya. Jika iya, mungkin ini istimewanya manusia. Menjalani sendiri, bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Otoritas yang diberikan Tuhan agar manusia memilih dengan kesadaran hati. Entah, ini rahasia Sang Pemegang kunci segala kejadian. Lalu Yang Maha Kuasa memberi setiap jeda, tanda yang beraneka ragam. Mungkin begitu.

Semoga setiap pilihan yang diputuskan di sebuah persimpangan jalan kepastian dengan ketentuanNya.

Dan berikanlah aku kebaikan dimana saja aku berada, kemudian jadikanlah aku orang yang rela atas anugrahMu.

Image

Dilema energi Indonesia, ada apa?

energi

Indonesia telah memasuki masa usia lanjut, 68 tahun. Sudah cukup umur untuk bisa menjadi negara maju. Indonesia dengan segala kekayaanya selalu menjadi primadona di mata dunia dan masyarakatnya sendiri. Negara dengan keanekarangaman hayati tinggi. Negara dengan mayoritas muslim terbesar. Negara yang sedang berbenah dibanyak bidang. Butuh kerja keras untuk tumbuh dan berkembang menjadi sosok yang mandiri, tak selalu dibodohi, tak dicaci maki, tak diperdayai, dan benar benar memerdekakan diri fisik ataupun psikis. Negara lugu yang harus cerdik mengelola kekayaannya yang melimpah.

Bicara  tentang masa depan Indonesia.

Suatu negara bisa menjadi negara maju setidaknya harus mandiri dalam 3 bidang yaitu pangan, air, dan energi.

Disini saya ingin membahas tentang energi.
Dalam hukum Termodinamika menjelaskan, bahwa energi itu tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan. Jadi usaha manusia dalam rangka menuju kesejahteraan adalah mengubah energi kedalam bentuk yang bisa digunakan untuk keperluan kehidupan.

Sumber energi dibagi menjadi dua jenis, terbarukan dan tidak terbarukan. Sumber energi tidak terbarukan (non renewable) adalah sumber energi yang sekali habis seperti batu bara, minyak bumi, gas alam. Sedangkan sumber energi terbarukan (renewable) adalah sumber energi yang dapat diperbaharui seperti halnya angin, panas matahari, arus laut yang mampu berkelanjutan.

Permasalahan Indonesia dalam bidang energi adalah tentang kebutuhan energi yang tidak mampu tercukupi secara mandiri. Padahal Indonesia punya sumber daya alam (SDA) yang memumpuni. Lalu apa yang salah?

Pertanyaan ini terus saja mengusikku dan mimicuku untuk mencari tahu. Hingga akhirnya saya mendapatkan kesempatan untuk belajar tentang energi dari para pakarnya.

Sudah menjadi kejengkelan yang amat sangat bagi masyarakat Indonesia tentang fakta yang menyebutkan bahwa banyak sekali perusahaan minyak asing yang berkuasa di negeri ini. Perusahaan asing yang berinvestasi, menyedot minyak bumi dari negeri pertiwi, lalu mereka mengolahnya, dan kita balik membelinya. Indonesia bukan menjual lahan, tapi menyewakan lahan. Lalu kenapa pemerintah memutuskan untuk menyewakannya? Tidakkah jika kita olah sendiri kita bisa menjadi mandiri?

Ya, itulah harapan kita dimasa depan. Saat ini Indonesia tidak punya kilang pengolah minyak yang mumpuni. Sekalipun punya itupun sudah tidak terlalu optimal (berusia tua: kilang milik BUMN). Jadi hanya sebagian saja yang diolah sendiri. Indonesia tidak punya teknologi dan infrastruktur yang pas untuk mengolah minyak dengan baik. Lalu kenapa Indonesia tidak membuatnya sendiri?

Indonesia belum berani untuk menginvestasikan dana negara sepenuhnya pada pembangunan kilang minyak yang perlu dana berlipat lipat ganda. Jadi sang pertiwi memilih untuk menyewakan lahan, yang kemudian ada bagi hasil. Berharap bisa menambah nilai ekonomi minyak. Tapi tetap saja tidak bisa mencukup kebutuhan energi yang semakin membengkak seperti kaki kena infeksi. Dan dana negara semakin banyak dikorupsi, hutang ikut juga membengkak seperti kaki gajah.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat, kebutuhan energi semakin meningkat. Sumber daya energi (minyak bumi, batu bara) semakin menipis dan habis. Negara harus semakin banyak mengimport BBM dari Singapura, Arab dan negara lainnya. Import BBM sudah menjadi belanja harian negara. Belum lagi masyarakat menuntut untuk subsidi semurah murahnya. Dilema energi Indonesia. Tapi negara ini tidak punya pilihan lain selain terus berkembang dan maju.

Belum lagi masalah batu bara yang terus terkeruk hingga tak meninggalkan sisa untuk beberapa keturunan kita. Indonesia menjadi pemasok kebutuhan energi dunia, tapi tidak bisa memasoki kebutuhan sendiri. Ironis sebenarnya. Ada permainan politik dan kesepakatan dengan dunia dalam pengelolaan kebutuhan energi di seluruh negara. Seakan Indonesia tidak punya pilihan lain. Menjual batu bara mentah, mendapat untung karena harga batu bara dunia mahal, lalu sadar batu bara untuk dapur sendiri tidak ada, membeli dengan harga yang lebih mahal. Hitung hitungan ini semakin membuat saya pingsan.

Tumiran, salah satu anggota Dewan Nasional Energi Indonesia menuturkan, kita harus mengubah paradigma tentang energi. Indonesia terlalu dininabobokan tentang kekayaan yang melenakan. Sudah saatnya menggunakan sumber energi ini menjadi modal pembangunan dalam negeri, bukan menjadikannya sebagai komoditi. Infrastruktur domestik juga harus ditingkatkan. Saatnya pintar pintar memanfaatkan 2 hal yang tidak pernah habis dan berkelanjutan yaitu sumber daya manusia Indonesia dan sumber daya alam terbaharui. SDM yang mumpuni untuk bisa membuat kilang minyak sendiri, pemanfaatan SDA yang lebih menjanjikan.

Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo, juga mengatakan Indonesia punya segalanya, kita kaya. Yang tidak kita punya itu kebersamaan, rasa sense of belonging pada kepentingan negara.

Kita tidak bisa lama lama bergantung dengan BBM (sumber daya alam tidak terbaharui). Waktunya mencoba membuka mata untuk memanfaatkan angin, alga, tenaga surya, tenaga ombak, panas bumi, bahan organik dan masih banyak lagi. Yang bersifat keberlanjutan. Hal ini menjadi tantangan bagi para ilmuwan untuk menemukan ide ide brilian demi ketahanan energi Indonesia.

Sekarang bukan lagi saatnya mempersalahkan dia atau dia, tapi saatnya berbangkit menghapuskan ketidakadilan. Menjadi negara yang berdaulat, mandiri, berdaya. Kerjasama antara 3 hal, masyarakat (ilmuwan), pemerintah, dan pengusaha. Intergrasi yang baik antara ketiganya adalah kunci utama. Semangat yang sama, keyakinan/keteguhan yang sama, dan kecintaan yang sama pada Indonesia.

Semangat yang sama untuk benar benar memerdekakan Indonesia.

sumber gambar : connectnigeria.com

Image

Pahlawan sepanjang masa

“Saya tak mengharapkan pahlawan. Orang tak selalu baik, benar, berani. Tapi saya mengagumi tindakan yang baik, benar, berani, biarpun sebentar” (Goenawan Mohamad, Pagi dan hal hal yang dipungut kembali : h.11)

Pahlawan.
Banyak sekali presespi tentang pahlawan. Ada yang bilang pahlawan adalah sosok yang sempurna, dia bisa segalanya, dia membela kaumnya, dia gagah berani, dan dia bisa melalukan banyak hal. Seperti Superman. Pahlawan konvensional.

Ada juga yang bilang pahlawan adalah sosok yang berani berkorban untuk orang lain tanpa mempedulikan kepentingan pribadi. Berkontribusi total. Prajurit yang berperang demi negaranya dan meninggalkan keluarganya.

Bagiku, pahlawan adalah orang yang terus melakukan kebaikan untuk orang lain sepayah apapun yang diusahakannya, yang tak pernah memikirkan imbal balik untuk dirinya sendiri. Pengorbanan. Mungkin itu kata kuncinya.

Lalu apakah ada pahlawan di dunia?

Mungkin ada.
Sosok sosok hebat yang rendah hati, yang selalu mendedikasikan hidupnya untuk orang lain, kesejahteraan manusia, yang diam diam selalu berjuang dalam diamnya, yang mendorong orang lain untuk maju sedangkan dia tetap berdiri dibelakang untuk memberi kekuatan, yang mengorbankan cita citanya untuk kebahagiaan anaknya, yang tidak peduli tentang apa yang disangkakan orang lain padanya. Dan dia tidak akan pernah merasa dirinya pahlawan meskipun sebenarnya dirinya adalah seseorang yang berkorban. Kerendahan hati dan tidak mengharap pamrih.

Mungkin mereka adalah orang orang terdekat kita. Pahlawan yang tidak menuntut lencana, piagam, atau semacam pengakuan. Pahlawan yang tidak pernah meminta imbalan tentang pengorbananya. Atau bahkan dia yang diam diam mendorong kita untuk maju dan menempatkaan kita pada tempat yang baik.

Dan setiap orang punya pahlawanya masing masing dengan pola kepahlawanan masing masing.

Mungkin mereka tidak pernah selamanya membuat kita tersenyum setiap saat, memberikan apa yang kita inginkan, menolong disaat saat kritis. Tapi setidaknya meraka telah menghabiskan banyak waktunya untuk kita. Tidak pernah ada pahlawan yang mampu segalanya. Yang ada pahlawan yang meluangkan dan menghabiskan waktu dan sebagian hidupnya untuk kepentingan kita. Tidak pernah bosan dengan kita.

“Setiap pejuang bisa kalah dan terus-menerus kalah tanpa kemenangan, dan kekalahan itulah gurunya yang terlalu mahal dibayarnya. Tetapi biarpun kalah, selama seseorang itu bisa dinamai pejuang dia tidak akan menyerah. Bahasa Indonesia cukup kaya untuk membedakan kalah daripada menyerah
(Pramoedya Ananta Toer, Prahara Budaya : h. 187)”

Lalu siapakah pahlawan kita?

Lalu kita akan termenung sejenak dan menyadari banyaknya pahlawan yang dikirimkan Tuhan untuk kita.

Sesungguhnya Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan dibumi. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. (Q.S 35:38)

Semoga Tuhan membalas banyak kebaikan untuk pahlawan pahlawan kita.

-Selamat hari Ibu : salah satu pahlawan terhebatku, pahlawan sepanjang masa –

shine

Image

Lewat

Lewat

Saat memang ini hal yang tak mudah untuk menyeberanginya. Mudahkanlah. Saat memang akan ada angin kencang untuk melewatinya. Redakanlah atau mungkin kuatkan aku dengan bobotku. Atau bagaimanapun Itu. Saat ternyata memang ini terasa sempit dan bikin sakit. Lapangkanlah, setidaknya hatiku. Dan aku berharap banyak. Melewati jembatan ini. Perbolehkanlah aku melewatinya untuk bisa lebih dekat