Gallery

Soe Hok Gie : Sebuah Inspirasi

Soe Hok Gie

[Sebuah resensi dan catatan catatan penting dari hasil baca buku Soe Hok Gie : Zaman Peralihan]

Soe Hok Gie, seorang aktifis Universitas Indonesia. Dia pernah menjabat di sebagai ketua Senat Mahasiswa FSUI dan dua kali merasa patah hati. Kadang dia agak getir bicara soal wanita.

Walaupun secara jujur kita harus akui bahwa kadang kadang kita tertarik pada rekan kita. Dan biasanya kita menekan perasaan ini… the tragic life? Apa boleh buat, yang namanya mencari pasangan ideal tak semudah membeli baju. Sudah pasti, langka.  Soe Hok Gie selalu saja berurusan dengan wanita yang selalu maju-mundur. Yang bimbang tak mampu mengambil keputusan bagi dirinya sendiri. Memang soal cinta bukan matematika. Hati dan otak tak selalu selaras sejalan.

Sampai sampai diapun pernah menulis Barangkali saya harus belajar jatuh cinta dengan kesepian. 

Seorang pemuda yang berpikir kritis. Dia anti-komunis, tapi dia juga tidak menyetujui pembantaian kejam G30S PKI yang mencecerkan banyak darah dan mengatung ngatungkan 80.000 nyawa manusia di penjara tanpa peradilah. Kegelisahannya tentang kemanusiaan, politik, dan keindonesiaan terbaca jelas. Dikenal sebagai seorang yang vokal. Semasa menjadi mahasiswa bisa disalurkan melalui tulisan, demonstrasi dan aksi. Selepas itu, dia masih aktif mengirimkan tulisan ke media. Pikirannya yang idealis terkadang membuat dirinya dirundung kesepian. Menyaksikan kawan seperjuangan lebih memilih untuk duduk di gedung DPR, masuk pemerintahan dan beberapa dipelintir kepentingan partai dan ormas ormas yang mengkaosinya. Mereka mengorbankan ideologis seorang mahasiswa yang seharusnya tidak memihak kepada siapa siapa, kecuali keadilan (moral force). Soe Hok Gie, akhirnya dia lebih memilih terasingkan, kesepian, daripada hidup dalam kemunafikan. Setelah lulus, lalu dia menjadi dosen di FSUI yang juga terkadang membuatnya bosan. Jenuh.

Bagi saya kebenaran biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan.

Dan, tidak selayaknya kita menilai orang hanya berdasarkan stigma yang sempit. Hidup bukan hanya hitam dan putih. Kebanyakan kita tidak tahu alasan apa yang melatarbekangi suatu tindakan. Mungkin saja, ada suatu hal yang prinsipil.

Politik menjadi baju dinas bagi seorang warga negara. Didalam buku ini ada kutipan Edward Shils yang mengatakan bahwa Dinegara negara sedang berkembang, politik merupakan gelanggang yang tidak mungkin dihindarkan kaum intelektual, betapapun ia berusaha “menjaga jarak”. 

Ya, benar juga. Beberapa waktu lalu saya juga pernah membaca bukunya DR.Dr.Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) yang berjudul Saatnya Dunia Berubah. Betapa menurut saya gelanggang politik mengerikan sekali, nasih hidup beribu ribu manusia bisa dimainkan.

Soe Hok Gie juga menuliskan tentang The crime of silence. Dimana sikap diam dan membiarkan kejahatan berlangsung adalah kejatahan.

Sebagai seorang biolog, saya seringkali menemukan banyak istilah yang tidak kuketahui dalam buku ini. Butuh googling untuk bisa mengerti secara pasti. Tapi buku ini tetap menjadi “makan malam” yang cukup nikmat untuk mengembangkan pikiran anak muda. Wajib baca.

Soe Hok Gie juga pemuda yang suka melakukan kegiatan menantang, dia menjadi salah satu pelopor pembentukan Mapala UI. Pada tahun 1967 dia mulai mencoba mendaki gunung tertinggi di Jawa Tengah, Gunung Slamet. Baginya, gunung bukan sekedar pelepas stress. Tapi gunung adalah tempat untuk menguji kepribadian dan keteguhan hati seseorang. Apakah seseorang itu selfish atau orang yang memikirkan orang lain.

Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal akan objeknya. Dan cinta tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung. Melihat alam dan rakyat dari dekat secara wajar dan disamping itu untuk menimbulkan daya tahan fisik yang tinggi.

Senada dengan perkataan Boden Powell Suatu negara tidak akan kehabisan pemimpin jika didalamnya masih terdapat anak muda yang penuh keberanian mendaki gunung dan menjelajah lautan.

Soe Hok Gie, adalah putra keempat dari keluarga penulis produktif. Masa kecilnya diselipi kenakalan. Dia sudah memperlihatkan ketidaksenangannya pada ketidakadilan.

Guru bukan dewa dan selalu benar. Dan muris bukan kerbau. Tulisnya  dalam buku harian, setelah berdebat dengan gurunya.

Seseorang manusia sulit sekali lepas dari masalalunya. Apa yang dialaminya, yang dilihatnya dan yang dihayatinya akan selalu berbekas pada dirinya. Bekas bekas ini akan selalu mewarnai seluruh hidupnya.

Selama pasca lulus, dia seringkali merindukan masa mudanya sebagai mahasiswa yang aktif, “cerewet”, kritis.

Masa muda dalam usia dimana manusia mencari pola pola kepribadiaanya, akan selalu mewarnai kehidupan manusia. Waktu yang paling krusial pagi pembentukan kepribadiaan seseorang adalah apa yang dilakukan pada masa mudanya. Kepribadian yang sering dibentuk dari masa lalunya yang panjang. 

Bagi banyak orang, Hok Gie menjadi seorang yang idealis, jujur, dan sekaligus mengerikan. Dia mengidentikan gerakannya sebagai sebuah gerakan moral.

Pertanyaan tentang realitas seorang idealis dia pertanyakan pada rektor UI yang waktu itu menyetujui untuk dipinang oleh Soeharto sebagai menteri.

Realitas realitas baru yang dihadapi para idealis adalah tetap bertahan dengan cita cita idealismenya, menjadi manusia yang non-kompromis. Seperti layaknya Don Kisot melawan kincir angin. Atau menjadi dia yang menjadi kompromis dengan situasi baru. Seperti pilot yang tidak pernah terbang.

Tuhan membenci mereka yang berkorban setengah setengah, karena itu engkau harus memberikan jiwa ragamu seluruhnya (Douwes Dekker)

Tahun 1968, Dia menerima undangan untuk melakukan diskusi, ceramah, kunjungan di Amerika Serikat. Turis terpelajar selama 75 hari, dia berdiskusi tentang banyak hal. Dan satu hal yang dia sadari, Presiden Soekarno telah berjasa membentuk identitas sebagai suatu negara secara Internasional. Sekorup apapun kabinetnya, beliau juga telah memberikan jasa besar pada Indonesia.

Orang Indonesia sekarang amat mudah merasionalisasikan keadaan, kepengecutan dirasionalisasikan sebagai kepatuhan, kemalasan dirasionalisasikan sebagai kesulitan ekonomi. 

Soe Hok Gie adalah manusia biasa yang kadang juga merasa lelah, stagnan, dan kadang bingung.

Lebih baik bertindak keliru daripada tidak bertindak karena takut salah. Kalau salahpun jujur terhadap diri saya, saya yakin akhirnya saya akan menemukan arah yang tepat. Saya adalah seorang manusia dan bukan alat siapapun. Kebenaran tidaklah datang dalam bentuk instruksi dari siapapun juga, tetapi harus dihayati secara “kreatif”. A man is as he thinks. 

Soal pemberkasan?
Hingga sekarang, Indonesia masih mensyaratkan surat tidak pernah dipenjara dan tidak pernah melakukan hal kriminal dan sejenisnya. Bagi Soe, dulu, ketika dia mengurus pasport. Surat tidak terlibat G 30 S PKI adalah syarat mutlak bagi siapa saja. Jika tidak punya, maka dia tidak akan bisa sekolah, pindah rumah, dan bepergian. Dia melakukan protes tentang hal ini yang diterbitkan di media.

Memang mereka pernah dipenjara dan berbuat salah. Tetapi jika masyarakat tidak mau menerima mereka kembali, mereka tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk menjadi manusia yang baik kembali. 

Aneka tuduhan tuduhan seringkali berselancar padanya. Padahal dia hanya ingin menjunjung kemanusiaan. Perjuangan melawan prasangka memerlukan waktu yang lama.

Pegawai pegawai instansi itu adalah orang orang yang simpatik, tetapi birokrasi di Indonesia dapat membuat orang menjadi gila.

Akhirnya, pada Desember 1969 Soe Hok Gie, pergi ke Gunung Semeru bersama kawan kawannya. Dia berkeinginan untuk bisa merayakan ulangtahunnya yang ke 27 diatas puncak tertinggi pulau Jawa. Hanya dipuncak gunung aku merasa bersih.

Puisi filsuf Yunani yang menjadi favoritnya adalah Nasib terbaik adalah tidak ditakdirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa rasanya memang begitu. Berbahagialah mereka yang mati muda.

Sepertinya cita cita Soe Hok Gie untuk meninggal dialam bebas terwujud. Dia meninggal karena terkena gas beracun di Puncak Semeru. Dalam sebuah tulisannya Kehidupan sekarang benar benar membosankan saya. Saya merasa seperti monyet tua dikurung dikebun binatang dan tidak punya kerja lagi. Saya ingin merasakan kehidupan yang kasar dan keras untuk seminggu kira kira. Diusap oleh angin dingin yang seperti pisau atau berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil. Dekat dan menyatu dengan alam. Dan juga Orang orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur. 

Maka, berbahagialah Soe Hok Gie yang telah mati muda. Memberikan inspirasi pada pemuda Indonesia.

Setiap pelangi yang terkadang Tuhan berikan corak pada hidup kita. Mungkin sekarang aku harus berfikir dengan cermat. Memperbaiki dasar, mengamati niat, dan menjadi lebih peduli tentang banyak hal. Semua ditujukan Tuhan tidak ada yang sia sia. Semoga Tuhan menempatkan hati kita pada arah yang baik.

Gallery

Kopi

coffee
(sumber : pinterest)

Kopi,

Ah, hidup kadang memang lucu. Dulu, 4 tahun yang lalu. Aku masih ingat betul, setiap kali melihat orang menyeduh kopi, aku selalu saja bergidik “minum kok kopi, gak sehat banget sih”. Dirumah juga tidak ada yang minum kopi. Bapak lebih suka minum teh hangat untuk memecah keheningan pagi. Dari dulu, kopi adalah salah satu minuman yang paling aku hindari.

Hingga suatu ketika, tugas kuliah menumpuk banyak. Butuh lembur semalaman untuk menyelesaikan laporan. Mata sudah tidak sanggup lagi ditahan. Katanya, kopi memang mujarab untuk melek malam. Baiklah. Sesekali aku terpaksa menyeduh kopi sachet untuk mempertahan mataku tetap terbuka. Tapi, seringnya malah perutku yang mules, deg degan, dan tidak bisa tidur. Habis itu paginya aku merasa tidak enak badan. Pencernaanku agaknya menjadi eror karenanya. Ahaa aku sama sekali tidak suka dengan yang namanya KOPI. Titik.

Aku tidak cocok dengan yang namanya kopi.

Hari berlalu, seorang teman memperkenalkanku banyak hal tentang Jogja, salah satunya kopi Joss. Salah satu kuliner khas Jogjakarta. Kopi hitam yang diseduh dengan arang. Josss, segelas kopi mengepul seperti mendidih kembali.
Rasanya beda dengan seduhan kopi yang pernah aku cicipi sebelumnya. Kental dan mantap. Aku coba saja. Efeknya lumayan. Mulai saat itu, aku penasaran dengan yang namanya kopi. Sekali dua kali tiga kali aku beradaptasi dengan minuman “berani” ini.

Aku juga mulai suka mencicipi berbagai jenis kopi dari cafe ke cafe. Moccachino, Cappuchino, Machiato sampai bentuk seduhan original (Americano) dari Kopi gayo, mandailing, sidikalang, lintong, toraja, kintamani, wamena, kalosi, sampe yang paling pahit bagiku Bajawa. Entah kenapa kopi yang nikmat tidak bisa aku temukan dari kopi sachetan yang biasa dijual diwarung warung. Dan ternyata, memang begini faktanya : http://justmyhobby.wordpress.com/2013/11/28/jangan-sebut-anda-pencinta-kopi-sebelum-membaca-artikel-ini/. Pantas saja. Aku baru tahu. Dan ternyata memang benar, dan sudah dikonfirmasi dari ahlinya kopi di Jogja.

Aku lebih suka kopi oleh oleh dari daerahnya langsung dibanding beli diwarung.

Aku juga baru menyadari, Indonesia memang surganya kopi. Banyak sekali macam kopi.
Bagi para pecinta kopi di Jogjakarta bisa mencicipi beragai jenis kopi dari seluruh Indonesia di Klinikkopi https://twitter.com/klinikkopi.

Fix, aku suka minum kopi. Kopi yang tidak terlalu banyak gula, creamer, susu, coklat atau apapun. Nikmatnya kopi mulai terasa. Maksimal satu gelas sehari. Tidak lebih. Aku juga tidak akan membiarkan diriku ketagihan olehnya. Karena sesuatu yang terlalu banyak itu tidak baik.

Salah satu efek negatif kopi adalah kecanduan. Dan semoga aku tidak mengalami itu. Dan terkadang yang membahayakan adalah pasangannya si kopi, seperti rokok.
Efek positif kopi bagiku adalah menghilangkan rasa sakit kepala. Ya, setidaknya ketika aku sakit kepala, pilihanku adalah minum paracetamol atau minum kopi. Dan aku lebih memilih kopi.
Secara fisiologis, kopi juga bisa memperlancar peredaran darah. Membawa oksigen kemana mana, lalu kita jadi kemepyar. Bagi yang deg degan setelahnya, mungkin saja tekanan darahnya sedang tinggi jadi ketika efek kafein bekerja, detak jantung menjadi semakin cepat. Karena seharusnya, ketika kopi dikonsumsi dalam takaran yang pas, hal ini bisa membuat rileks tubuh. Beberapa jam kemudian.

Hidup sehat dengan secangkir kopi.

Entahlah, hidup itu emang kadang aneh. Lucu.  Dulu aku benci banget sama yang namanya kopi. Sekarang aku malah jadi suka banget kopi. Menikmatinya. Kopi dan bubur kacang hijau adalah bukti bahwa benci bisa jadi cinta hahaa

“Cintailah sesuatu yang kamu cintai sekadarnya. Bisa jadi yang sekarang kamu cintai suatu hari nanti kamu benci. Dan bencilah sesuatu yang kamu benci sekadarnya, bisa jadi di satu hari nanti menjadi yang kamu cintai”. 

Keseimbangan.

#Semangat menjaga kesehatan. Olahraga, sayuran, buah, dan nutrisi lainnya juga harus diasup secara seimbang. Karena setiap pertiga bulan, masih ada orang orang yang membutuhkan darah sehat kita.

Sketsa dari Ananta Wijaya
Sketsa ketika aku dan teman temanku minum kopi di Klinik Kopi dari Ananta Wijaya (Aku : yang pake jam tangan)
Gallery

Marhaban, Ya Ramadhan

Senja mulai meneriaki rasa yang sudah dahaga akan cerita. Tidak sabar, berkemas, memotok rambut dengan gaya baru, mencuci perangkat yang sudah berdebu, merapikan dandanan. Mengobati hati yang sudah terlalu perih. Mengikisi kesombongan yang sudah mengarat. Memberi ruang pada hati untuk berlaku.
Marhaban, Ya Ramadhan.
Selamat datang, Hai Ramadhan.

Aku menyebutnya kamu. Kamu yang dinanti. Kamu yang menjadi istimewa dari setiap perjalanan tahun yang mungkin sesekali terasa membosankan. Oh. Ramadhan. Telaga di sebuah perjalanan panjang.
Ada harapan. Aku menjadi lebih peduli, berharap ada yang lebih.
Lebih baik. Lebih dekat pada yang Maha Baik.

Apa yang akan aku saji untukmu? Jika ternyata kamu sudah bersedia datang dan kembali. Menemui. Menceritakan tentang hari hari yang berlalu beberapa tahun yang lalu. Terima kasih. Mengisi lagi cerita yang sudah lama berlanjut.  Ramadhan adalah momentum.

Kamu, yang menjadi waktu untuk menjaga diri dari apa apa. Kamu, yang menjadi waktu saat  setan terpenjara di langit yang tinggi, aku akan lebih banyak bertarung dengan nafsu sendiri. Kamu, yang dijadikan Tuhan sebagai kado untuk membuka mata hati, bagi orang orang yang berfikir dan memang punya hati. Kamu yang menjadikan dunia terasa panjang. Karena ada malam seribu bulan yang diidamkan banyak orang. Aku ingin bermesraan.

Ramadhan yang sering orang orang sebut dalam setiap tulisan. Surat kabar, baliho, reklame, iklan televisi, media sosial. Semua mendendang. Aku cemburu jika aku terelakan dari peredaran, dari cinta kasih sang Maha Punya Ramadhan. Aku ingin lebih bermakna dari sekedar angan.

Selamat datang, kembali dari satu tahun yang lalu.
Kamu. Bulan puasa. Bulan Berbagi. Bulan Alquran. Bulan perbaikan. Bulan kebersihan. Bulan pengontrol. Bulan kebiasaan baru. Bulan membersihkan hati. Semoga aku bukan hanya bermain kata dalam keindahan untuk merayu, bahwa aku memang bersuka cita atas kedatanganmu.

Suara berdengang, bergembira, membawa asa yang kembali untuk menjadi dekat denganNya. Membersihkan dari apa apa. Mengobati luka. Menghidupkan mimpi. Memaafkan. Menjadi diri sendiri.

***

Tuhan, jangan jadikan aku bermuka dua. Yang selalu rela dengan jalan takdir yang Kau persembahkan pada akhirnya. Aku menunggu, aku mengharap, dan sekarang sudah datang. Selamat datang Ramadhan. Semoga Ramadhan membawaku menjadi yang baru. Manusia yang tidak pernah merasa susah untuk menjadi baik dan baik lagi.

Tuhan, jangan jadikan aku penipu. Yang hanya suka merayu. Jadikan aku sebagai manusia yang bersungguh sungguh hati. Mencurahkan asa yang dipunya untuk memperbaiki kualitas diri. Benar benar mengisi waktu yang sudah diberi.  Saat bangun hingga tidur lagi. Bukankah itu yang terpenting.

Pada akhirnya, yang masuk surga mungkin bukan orang yang paling sering sembahyang. Tapi yang selalu mengaitkan apa apa dalam dirinya pada Sang Pemilik Hati. Tentang hidup ataupun mati.

Apa kau lupa, Gustin?

pinterest
Welcome

Gallery

Titik kumpul

DSC05212

Sudah lama. Beberapa kali menjamah di pikiran. Beberapa kali pula aku coba seka. Tidak mempedulikan. Dan kini aku mulai terfikir lagi tentang hakikat kita. Kenapa kita berada dibumi, bersama beberapa manusia yang dipertemukan. Kenapa ada rasa yang mempertautan aku dengan  hati beberapa manusia. Rasa persaudaraan, pertalian darah, persahabatan, ketergantungan, mencinta, peduli, berharap, merasa dibutuhkan, menjadi berarti dan semua rasa yang pernah dijelaskan dalam kamus bahasa.

Yang aku tahu jelas, Tuhan menciptakan manusia untuk beribadah kepadaNya.

Lalu buat apa aku bersinggungan dengan manusia, buat apa aku menjelma dan mencinta mereka semua.

Aku mulai mencerna. Mungkin begini:
1. Bukti cinta Tuhan kepada hambanya
Menghadirkan mereka untuk menemani perjalanan kita didunia. Tuhan mencipratkan rasa untuk saling mengasihi membuat tentram apa yang ada didada. Bahkan Tuhan menghendaki berbuat baik pada orang lain sebagai sebuah ibadah. Betapa mulianya sosok orang lain. DIA juga menyuruh kita menjaga dua bentuk hubungan harmonis yaitu hubungan kita denganNya dan kita dengan manusia. Ah, maaf mungkin aku tak pantas terlalu filosofis. Tapi memang seperti itu Tuhan membuat diri kita menjadi berarti. Menjadikan kita sebagai bagian dari hidup orang lain.

2. Berperan
Peran. Itulah yang kita butuhkan dalam hidup agar kita tahu apa yang harus kita lakukan. Peran membuat kita merasa bertanggung jawab, dan mempunyai alasan untuk bergerak. Kita para pemain yang harus menjadi sosok yang terbaik. Sosok yang paling banyak melakukan kebaikan. Mungkin kita banyak berperan menjadi seorang anak, kakak, adik, sahabat, rakyat, pemimpin dan banyak lagi. Sejauh mana kita memanfaatkan dengan optimal peran yang diberikan Tuhan? Peran yang menjadi media melakukan ibadah.

3. Pelengkap
Manusia adalah sebaik baiknya bentuk yang Tuhan ciptakan. Tapi kita tak diciptakan dalam keadaan sempurna. Mungkin begitulah caraNya berbuat adil. Dalam diri kita ada ruang ruang kosong yang tidak bisa kita isi sendiri. Ada orang lain yang harusnya melengkapi. Menyeimbangkan, menutupi kekurangan, menyanggupkan apa yang kita tidak sanggup. Dengan melibatkan peran peran tadi kita bisa saling melengkapi.
Mungkin begitu Tuhan mengajari kita untuk tidak sombong. Kita diciptakan sebagai bagian –  bagian dari ketidaksempurnaan orang lain. Dan orang lain adalah bagian dari ketidaksempurnaan kita. Kita menjadi hanya sepotong hanya sebagian jika kita merasa kita tidak butuh orang lain. Tidak akan menjadi sempurna tanpa menjadi bagian orang lain. Saling belajar. Menjadi pelengkap dan melengkapi.

4. Sebagai bentuk anugerah
Siapa yang tidak bahagia punya orangtua, diasuh, disayang, dilindungi, dininabobokkan. Semua makhluk punya orang tua. Dilahirkan dari rahim manusia. Hasil dari pertemuan antara sel telur dan sperma. Dilahirkan dengan penjagaan. Kita dilahirkan sendiri, punya jiwa sendiri, tapi kita tidak bisa hidup sendiri. Kita harus belajar dari para parental. Menemani kita tumbuh. Memperhatikan bagaimana gigi susu kita telah tanggal. Atau mempedulikan bagaimana saat kita merasa ingin makan. Tiada yang lebih berharga ketika Tuhan mentakdirkan kita hadir dalam sekumpulan manusia pertama yang kita lihat dalam rasa bahagia. Mereka mencintai kita. Dan begitu caraNya kita diberi anugerah, dicintai sesama manusia. Menentramkan.

Aku tidak mempunyai kata sambung yang baik untuk tulisan ini.

Mungkin aku sedang tercekat dalam kepentinganku sendiri. Aku tersadar bahwa aku sering menganggap tidak penting hal hal yang sebenarnya sangat penting. Menyapa dan bertanya apa kabar.

Aku yang tidak mampu membahagiakan yang seharusnya dibahagiakan. Orang tua. Aku yang tidak mampu selalu hadir untuk orang yang membutuhkan kita. Para sahabat dan teman dekat. Aku yang tidak selalu meluangkan waktu untuk memberikan pundak saat mereka butuh bersandar atau sekedar berbagi  cerita. Adik adik. Aku yang tidak merasa perlu untuk disayang dan dimanjakan saat orang merasa ingin menyanyangi kita seperti saat kita kecil. Kakak-kakak. Aku yang tidak terlalu mempedulikan dan menganggap penting sesuatu hal saat orang lain ingin menyambung silaturahmi. Saudara dan para teman kenalan. Maafkan aku yang terlalu berfikir praktis bahwa  aku tidak punya peran apa apa.

Belajarlah untuk mengoptimalkan peran sebagai media kesempatan ibadah sebaik baiknya. Belajarlah, dan jangan pernah menyerah untuk menjadi bagian yang membawa kebaikan. Bagian yang selalu tumbuh dan memperbaiki diri menjadi pelengkap yang benar benar melengkapi apa yang harus dilengkapi.

Terlalu egois saat aku pikir tidak ada orang yang membutuhkanku. Kita bahkan tidak pernah tahu siapa saja yang membutuhkan kita, yang menjadikan kita sebagai pelengkap, yang menunggu kita mengisi bagian yang ternganga. Bahkan kita tidak pernah tau siapa yang menjadikan kita sebagai contoh bagi mereka.

Kita menjadi terlalu picik kalau kita pikir hidup kita hanya untuk diri kita. Tapi hidup kita untuk lebih dari sekedar itu.

Terima kasih untuk orang orang yang melengkapi dan mengisi bagian yang tidak pernah bisa aku isi sendiri. Melengkapi aku dengan caranya masing masing. Ayah, ibu, adik, kakak, sahabat dekat, teman, guru, murid, tetangga, rekan kerja, paman, bulik, ponakan, sepupu, kenalan, dan orang orang yang telah kutemui sejak 264 bulan yang lalu.

Terima kasih dan maaf aku sempat tidak memanfaatkan peran dan menjadi potongan yang tidak baik.

Semoga kita semua bisa menjadi dan mengisi bagian dari “titik kumpul” dengan indah. Titik dimana setiap bagian bertemu dan menjadi pelengkap yang semestinya.

Kenapa kita berada dibumi bersama beberapa manusia yang dipertemukan?

Jawabannya, karena kita diperintahkan untuk beribadah. Berbuat baik pada semuanya.

Gallery

Sebuah bentuk rasa

Suatu waktu, aku mulai berfikir tentang apa yang sebenarnya terjadi. Menjabarkan rasa ataupun asa yang seperti tidak simetris. Tapi menarik, unik. Terlalu banyak bentuk yang membuat keanekaragaman melimpahi hidupku. Tentang maksud, tentang harapan, tentang keterkaitan, tentang darah yang mengalir ditubuhnya. Aku mulai sadar. Cinta memang banyak bentuknya. Ada buat banyak manusia.

Ada khawatir yang terfikir setiap kali mulai membuat jeda, diantara jarak dan waktu yang tak sama. Ada cemas yang membuat prasangka bagaimana dia menjalani hidupnya. Apakah malam ini dia tidur dengan nyenyak, apakah dia sudah menghabiskan sarapannya, apakah dia sudah membawa payung dimusim hujan kali ini, apakah dia sudah mengikat sepatunya dengan benar, apakah dia sudah menyisir rambutnya dengan rapi.

Kalau saja tanya singkatku bisa membuatnya bahagia. Aku merasa berharga. Aku ikut bahagia. Karena aku yang begitu sederhana. Bagaimana caraku menunjukan?

Ada jenis rasa yang tidak mudah untuk dikatakan, ada jenis kata benda yang tidak mampu dijabarkan, ada hal hal yang tidak mudah untuk dijelaskan. Kadang beberapa hal tidak perlu bukti mata. Hanya pertautan hati dan doa yang semoga terkabulkan.

Mungkin kami bertemu disetiap sujud yang khusyuk. Merangkai harapan untuk doa keselamatan. Menjalin rindu tentang pertemuan yang hangat diberanda atau bangku yang telah lama tidak kita singgahi bersama. Ditempat kita menjumpai mimpi masing masing.

Bagaimana aku mampu berkata kalau aku begitu ingin bertemu.

Puluhan tahun lagi, mungkin kita tidak bisa lagi berebut selimut dimalam hari. Aku tak perlu lagi menunggumu menyelesaikan sarapanmu, lalu kita bisa pergi bersama. Dalam suasana pagi yang selalu mengisi sepanjang hari.

Kita akan menjadi dewasa. Kita akan menempuh jalan kita masing masing, yang berbeda. Tapi kita punya darah yang sama, yang mempertautkan hati kita dalam doa yang sama -Semoga kau bahagia dan sukses dunia akhirat- . Kita akan selalu bertemu dalam rumah hati yang menyenangkan.

Sebuah salam rindu teramat dalam dari seorang saudaribentuk rasa

 

Gallery

Manajemen kehidupan

api-unggun

Halo november,
Halo musim hujan,

Lama tidak menulis disini. Satu persatu ide ideku berkeliaran tak tentu arah di kepala bersama rasa malas. Sebagian ide terbuang sia sia diantara kegiatan yang menjemukan. Ya, kemalasan yang memenjarakan saya dalam satu hal : Tidak ingin melakukan apa apa. Entah karena banyaknya hal yang ingin aku lakukan atau hanya karena aku merasa bosan dengan banyak hal. Tapi hipotesisku ada pada karena aku tidak mampu membuat prioritas yang baik. Kemampuan manajemen yang buruk. Manajemen hati. Manajemen waktu. Manajemen semangat. Manajemen energi. Manajemen berfikir.

Saya baru merasakan pentingnya ilmu manajemen. Manajemen yang dalam kontek kata benda berarti proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran (Menurut KBBI). Kita perlu untuk belajar ini dalam banyak aspek. Dalam menjalani hidup, dalam melakukan tanggung jawab, dalam mewujudkan mimpi. Ilmu saya tentang manajemen sangat cetek. Banyak hal saya pikirkan saya coba tuliskan. Seperti :

1. Manajemen Waktu
Saya pikir tidak hanya para pengusaha saja yang harus berpegang pada Time is money. Kita semua bisa menempatkan prinsip ini dalam banyak hal. Money disini bukan melulu tentang uang, tapi saya memaknai dengan sesuatu yang bernilai. Ya “Time is money” setiap waktu yang kita punya harus bernilai. Bermanfaat. Mempunyai arti. Tidur secara cukup juga menurut saya menjadi sangat bernilai ketika itu membantu badan kita segar. Hal hal yang berlebihanlah yang kadang membuat waktu kita tidak berarti, seperti ngomongin orang, dan berjam jam memandangi timeline facebook yang ketika kita lihat selama dua jam tidak banyak yang berubah. Kecuali memang ada informasi penting yang sedang kita gali disana. Mengisi waktu dengan hal yang bermanfaat, bermakna, dan bernilai membuat hidup kita lebih berkualitas.

2. Manajemen energi
Pengaturan bagaimana energi yang kita punya tidak terbuang sia sia pada hal hal yang kurang bermanfaat. Berusaha untuk menggunakan energi pada hal hal positif. Berfikir positif dan kreatif. Menyalurkan energi pada hal hal negatif seperti merasa dengki, iri, cemburu, sombong, tidak mau kalah adalah hal yang mubazir. Semakin menyalurkan energi ke hal negatif, semakin banyak energi kita yang terkuras disana dan semakin lama kredit kita semakin membengkak. Jadi sebisa mungkin investasikanlah energi kita pada hal hal yang positif. Ini seperti menabung, kita akan punya hal hal positif yang berlipat dikemudian hari. Mari gunakan energi untuk hal hal yang positif.

3. Manajemen semangat
Semangat itu seperti kayu yang menghidupkan api unggun. Api unggun adalah kehidupan, mimpi, cita cita, dan  passion kita. Kita perlu memperhatikan bagiamana semangat itu mengalir dan terus menghidupkan mimpi kita. Kadar semangat menjadi titik penting untuk tetap menghidupkan api unggun. Kita harus terus menumbuh kembangkan berapapun stok semangat yang kita. Saat semangat kita sedang memuncak cobalah untuk membagi semangat itu pada orang orang disekitar kita. Agar pada nantinya mungkin mereka yang balik memberi kita semangat, mengingatkan. Gunakan semangat secara efisien. Saat semangat kita sedang dalam kondisi minimun, cobalah mengingat kembali apa yang pernah kita tulis di buku tentang semangat kita, mencari inspirasi, menemui orang orang baru, membaca buku, belajar bersyukur dari orang yang kurang beruntung dan sadarilah kita terlalu tidak tahu diri untuk menjadi pemalas dan tidak menghargai kehidupan dan tidak bertanggung jawab atas kayu kayu yang telah diciptakan Tuhan untuk kita. Terus nyalakan api unggun, hingga terus mampu menyinari sekelilingnya.

4. Manajemen hati
Mengontrol hati untuk tetap merasa bersyukur. Penuh kasih sayang dengan sesama manusia, mencintai lingkungan, mencintai seluruh makhluk hidup. Mengindari prasangka tidak baik kepada sesama manusia. Dan hati teramat penting untuk sebuah nilai yang akan kita dapatkan. Seperti niat. Bagaimana kita merapikan apa yang ada didalamnya. Menjadi hamba yang tahu diri dan selalu terima kasih pada Tuhan adalah sebuah kemutlakan. Hati bisa dirawat dengat mendekat padaNya. Melakukan ibadah secara berkesinambungan, menjadi pribadi yang lebih baik. Kualitas spiritual juga sangat berpengaruh terhadap banyak macam manajemen yang saya sebutkan diatas. Sebuah doa yang seriang diucapkan nabi “Sesungguhnya Engkaulah yang membolak balikan hati manusia, maka teguhkanlah kami dalam agamaMu“. Semoga istiqomah dalam kebaikan.

Mungkin ini yang baru bisa saya bagi tentang manajemen kehidupan. Masih ada banyak manajemen lainnya. Manajemen penting agar hidup kita lebih berkualitas, bermanfaat, bermakna, dan mempunyai arti.

Salam semangat menjadi lebih baik!

Gallery

Agustus, 2013

Agustus, bulan ke delapan di sistem tahun Masehi.
Agustus, katanya adalah musim kemarau.
Agustus, bagiku bulan istimewa. Apalagi tahun ini. 2013.

Saya belajar tentang banyak rasa yang tidak biasa.
Agustus diawal sekali, rasa jatuh berkeping dipersembahkan sebagai pembelajaran berharga tentang sebuah ketelitian. Kecermatan. Kecerobahan kecil yang berlaku pada keputusan besar. Ya, sekiranya saya pernah belajar bagaimana mengatasi sebuah penyesalan yang tidak seharusnya terlalu difikirkan atau menghadapi kenyataan bahwa saya telah melakukan kesalahan. Setelah itu berfikir positif tentang rencana Tuhan yang lebih baik. Terkadang belajar memang butuh kerelaan.

Usai mendung, pelangi datang sebagai kejutan. Tidak menyangka akan hadir diwaktu itu. Saya tidak yakin ini maknanya apa, yang jelas saya menjadi sedikit terobati, sebuah cerita tentang anak manusia. Terima kasih. Saya bahagia.

Hari terasa cepat dan berarti. Ramadhan. Bulan suci yang dipersembahkan Tuhan untuk hambanya dengan suka hati. Setelah itu Idul Fitri. Hari kembalinya umat muslim ke dalam fitrah dan suci. Hari memaaafkan. Saling memahami satu sama lain. Banyak orang yang tidak pernah bicara menjadi saling berkata dihari itu, yang tak pernah bersua kembali bisa saling menyapa. Indah dipandang mata. Tapi hatiku tidak sepenuhnya nyata. Ada rasa khawatir yang kututupi dari keluarga. Tapi akhirnya aku paham, semua hanya perlu dikomunikasikan dengan baik, keluarga tempat terbaik untuk bisa membagi rasa gelisah tentang hidup. Apalagi ayah ibu saudara saudari. Kerelaan mereka menjadi energi tambah untuk kerelaanku. Kasih mereka menjadi kasihku. Saya belajar tentang sebuah reaksi dipengaruhi oleh cara kita menyampaikan. Teknik komunikasi dalam menyampaikan masalah ternyata penting.

Hari kelahiran juga ada di bulan Agustus. Membuatku belajar tentang ekspetasi pada orang lain. Sebuah harapan. Sebuah impian. Kita tidak akan pernah bisa bahagia jika mengharap orang lain akan membahagiakan kita. Bahagiakanlah orang lain, maka saat itulah kita bisa merasa bahagia. Hari itu, banyak sekali rasa yang tidak dapat diterjemahkan dalam kata. Setidaknyaman apapun. Mencoba memahami menjadi obat penghilang rasa sakit yang cukup efektif. Terlepas dari itu, saya menyimpulkan dengan paksa bahwa saya bahagia di hari kelahiranku. 14 Agustus, 22 tahun “Nikmat Tuhan mana yang akan kau dustakan?”.

17 Agustus kemerdekaan Indonesia. Semangat keberanian dan kesucian bangsa mulai mengudara di berbagai tempat. Berkibar mesra dengan tiang yang menjulang. Merayakan 68 tahun, umur yang cukup tua untuk ukuran manusia. Kemerdekaan yang perlu dipertanyakan maknanya. Apakah Indonesia sudah benar benar merdeka? Menggelitik pikiran ketika saya juga bertanggung jawab untuk harus berjuang membawa kemerdekaan yang nyata untuk negeriku. Membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Ini menjadi pekerjaan rumah setiap elemen masyarakat Indonesia.

Ujian. Tepat akhir bulan. Akhirnya kisah “pendadaran” terlewati di hari itu. Jumat yang terik, saya diuji banyak hal tentang penelitian. Tapi melegakan, semua telah terjadi pada waktunya.

Bulan agustus terlewati, diawali dengan duka, lalu ada bahagia, bimbang, lega dan lainnya. Agustus berlalu dengan banyak makna dan pelajaran.

Selamat berlalu agustus, selamat ada dalam kenangan ingatan.

Tidak pernah ada hal yang cukup menyedihkan untuk dikenang jika kita rela belajar

agustus

Gallery

Hujan malam

Malam ini hujan turun membabi buta, deras sampai aku tak mampu mendengar suara kendaraan yang berlalu lalang dijalanan kota. Lampu cafe yang redup membuat suasana menjadi sedikit melankolis. Seperti cerita perpisahan di roman picisan kawakan. Aku menunggunya datang, tapi juga tak kunjung muncul dibalik pintu. Beberapa kali bunyi derit pintu, membuatku menoleh. Aku harap – harap cemas. Apakah dia tidak datang karena hujan deras?

Spekulasi dari perempuan yang putus asa merajai otakku, mendadak nyeri diseluruh tubuh. Terlalu melankolis. Tiga puluh menit telah berlalu. Aku masih menunggu disini sendiri, dengan hidangan cheese banana split dan secangkit coklat panas yang jadi tidak menggugah selera. Sediki gusar, aku memilih menulis saja dibuku catatanku. Tentang apa yang melintas dikepalaku. Baru tiga baris yang kutulis, tiba tiba

“Diandra, maaf aku datang telat, diluar hujan sangat deras”  langsung dia duduk dikursi depanku.

Rambutnya basah dan bercak air di beberapa bagian jaketnya. Dalam hati, “aku juga hujan hujanan”. Mengagetkan, segera kumasukkan buku catatanku kedalam tasku.

Aku hanya tersenyum sempit. Rasanya sudah lama sekali tidak duduk bersama seperti ini. Berbulan bulan lamanya. Lama sekali. Sedikit canggung.

“Ada apa mengundangku kemari” katanya santai. Sejenak dia membuat tenggorokanku tercekat. Rasanya aku ingin teriak karena aku mencintaimu. Tapi pasti dia juga tidak akan paham. Karena mungkin rasa didalam dadanya sudah mati sejak beberapa bulan yang lalu. Kini tinggal aku sendirian merawatnya dengan lemah. Bahkan dia juga tidak akan pernah paham kenapa aku masih tetap menulis, bercerita tentang penghidupan manusia dan ceritanya. Dia juga tidak akan paham aku selalu mencari jejak langkahnya setiap saat, dalam persembunyian. Menjadi stalker tak berbayar. Dia tak mengerti bagaimana perasaanku teriris dengan rapi saat dia membenciku dan mengeluhkan beberapa hal dengan suara yang seakan tak terdengar. Sayup sayup, tapi telingaku menjadi setajam macan saat dengar tentangnya. Entahlah, mungkin aku tidak berusaha membuatnya paham, jadi wajar saja dia tidak paham. Kedalaman hati tak bisa diselam hanya dengan pikiran, tapi juga dengan empati. Dan kepercayaan. Dia tak kan paham, karena baginya tak perlu ada yang dipahami dari seorang perempuan sepertiku. Perempuan biasa tak istimewa.

Aku berniat bicara tentang aku dan perasaanku, tapi aku takut dia semakin menjadi asing. Akhirnya aku memutuskan untuk bercanda saja, bicara tentang kebudayaan dan masalah masayarakat. Setidaknya aku bisa menjadi teman baginya. Malam ini, sebelum kepergianku hari selasa lusa.

Waktu berjalan cepat, sudah menunjukan pukul 22.00. Aku harus segera pulang. Kami larut dalam perbincangan santai, dan sederhana. Hujan malam ini cukup melankolis untuk dikenang. Karena aku mencintainya hanya dalam hati. Sudah tak punya keberanian untuk mengungkapnya lagi. Aku akan menulisnya, suatu saat nanti dia akan baca. Saat semua mungkin menjadi absurbd tak jelas mana yang fiksi mana yang ceritaku sendiri. Aku pulang membawa sebongkah rasa yang masih tertinggal, dia sudah tak peduli lagi. Aku pergi dengan membawa tanggungjawab yang kuemban, yaitu jatuh cinta padanya. Kami berpisah di persimpangan jalan, dia tak menoleh kebelakang. Hujan sedikit reda, aku masih terpaku diam seperti tak bernyawa. Entah apa. Menyesal tidak bicara atau karena dia terlalu terluka. Lusa aku pergi dan  membawa semuanya. Tanpa dia dan cinta darinya.

 rainy


Kemarin ku lihat awan membentuk wajahmu
Desau angin meniupkan namamu
Tubuhku terpaku

Semalam bulan sabit melengkungkan senyummu
Tabur bintang serupa kilau auramu
Aku pun sadari, ku segera berlari

Cepat pulang, cepat kembali, jangan pergi lagi
Firasatku ingin kau tuk cepat pulang
Cepat kembali, jangan pergi lagi

Alirnya bagai sungai yang mendamba samudera
Ku tahu pasti kemana kan ku bermuara
Semoga ada waktu sayangku

Ku percaya alam pun berbahasa
Ada makna di balik semua pertanda
Firasat ini rasa rindukah ataukah tanda bahaya
Aku tak peduli, ku terus berlari
Cepat pulang cepat kembali, jangan pergi lagi
Firasatku ingin kau tuk cepat pulang

Dan lihatlah sayang
Hujan turun membasahi seolah ku berairmata
Firasatku ingin kau tuk cepat pulang cepat kembali, jangan pergi lagi
Ku hanya ingin kau kembali

Aku pun sadari
Kau takkan kembali lagi

Firasat-Raisa

Gallery

Sama dan saling

ranu kumbolo

Suatu pagi disebuah kota, dua anak manusia terpaut oleh rasa yang tak berperasaan. Setidaknya membuat meraka merasa kacau, galau, dan gundah. Tapi satu hal yang pasti, rasa ini lebih sering membuat meraka bahagia. Melayang kedunia khayal, sepintas menembus kisah romantis di sebuah drama kehidupan. Rasa yang mereka sebut sebagai anugrah. Hingga suatu waktu yang tidak pasti, rasa itu tumbuh seperti bakteri tak terkendali. Memenuhi ruang di hatinya. Sampai bakteri lainpun tak mampu mendesak ruang nafasnya. Mencinta sepenuhnya.

Akhirnya meraka sama sama merindu, sama saling menunggu, sama saling menahan, sama saling memenuhi pikiran, sama saling mengkhawatirkan, sama saling mempertanyakan, sama saling menunggu untuk memulai percakapan, sama saling mengharap pertemuan, sama saling memendam perasaan, sama saling mengeja sikap yang nyaman, sama saling ingin menyapa, sama saling merasa terluka, sama saling bahagia karena rasa, sama saling menjaga, sama saling menyembunyikan, sama saling bimbang, sama saling berkamuflase, sama saling untuk tidak menyakiti, masih sama saling mencintai.

Cinta mereka sama dan berbeda dari yang lainnya. Ada rasa tapi tak saling berani mengungkapnya dengan asa. Ada rindu, tapi malu menyebutnya dengan lugu. Ada harap, tapi kadang ingin menyerah. Satu cerita yang tak biasa ku kenal. Ada cinta didua manusia sederhana.

Meraka akan tetap sama dan saling. Karena satu adalah bayangan yang lain.

Gallery

Ke’culun’an ku

Marah,

Saat aku tak mampu berkata kata lagi, tak mampu mencaci, tak mampu bicara, tak mampu bergerak, tersudut disebuah nurani yang memenjarakanku untuk tak berbuat apa apa. “Diamlah”. Begitu kata nuraniku. Menahan sebentar, hanya mampu bicara perlahan “Aku sedang marah”. Saat ada ketidakseimbangan rasa di pikiran, dihati, dan berlabuh dinurani. Tidak dalam harmoni. Dan aku hanya mampu terdiam. Mencari celah untuk memberi empati, atau sekedar toleransi.  Sekuat tenaga, begitu caraku untuk tetap nyaman dengan diriku sendiri. Meskipun terkadang aku ingin sekali membentak, berbicara dengan nada yang keras seperti orang orang. Tapi rasanya semua kata amarah tercekat ditenggorokan dan hanya mampu ku rasakan dihatiku. Sekedar bilang “hey” pun aku tak mampu. Terlihat culun memang kata orang orang.

Perlahan, detik berlalu.

Amarahku hanya mencair menjadi bentuk organik yang mengalir dari sudut mata, mengambang, merendam bola mataku. Terkadang menetes pelan, terkadang mengalir begitu banyak. Bentuk rasa yang akhirnya ku buang dari tubuhku, dari hatiku, dari perasaanku. Enyahlah rasa marah yang mencekik tenggorokan. Akhirnya amarahku luluh, tak berbentuk, menjadi cair, lalu menguap, dan pergi jauh dari diriku. Begitu aku memperlakukan marah didalam diriku. Lalu aku baru berani bicara, mencoba mencari secara logis. Saat semua menjadi lebih seimbang. Aku tak kan marah terlalu lama. Hingga akhirnya aku akan menertawakan diriku sendiri karena aku tampak begitu cengeng. Tapi begitu caraku mencairkan amarahku. Karena aku tak pernah mampu melampiaskan dengan kata tepat di depan mata manusia.

Menit berlalu, hari menjelang pagi. Aku akan bener benar menertawakan marah dan tangisanku kemaren hari. Tampak lugu dan cengeng. Lalu rasanya begitu ringan. Tersenyum. Sungging sederhana demi kelangsungan hidup yang lebih berwarna. Demi sebuah keberkahan. Demi sebuah kecintaan Tuhan. Selamat pagi. Aku tak kan menyesali ke’culun’anku yang satu ini.

Marah-Menangis-Tersenyum-Tertawa-Bahagia-Hilang ingatan.

Lucunya dunia ini saat semua telah telah menjadi ingatan. Semangat bahagia. Aku akan bersenang senang lagi.

ekpresi hati