Seni dan kemajuan manusia dalam sebuah Candi Borobudor

Kata dosen pendidikan agama islam, seni adalah ekspresi dari cipta rasa dan karsa manusia.

Benar juga. Seni itu tanpa batasan. Sebenarnya. Karena manusia selalu punya ekspresi yang tak terbatas dan berbeda setiap individunya. Dari pikiran, emosi, pemahaman, prespektif. Semua punya cara yang berbeda. Tapi seni punya etika. Seni sebagai bentuk kata untuk menyebut wadah ekspresi manusia. Seni musik, seni lukis, seni kata, seni tulis, seni pahat, seni patung. Banyak hal yang bisa menjadi seni. Salah satu seni yang aku kagumi di Indonesia adalah candi borobudur. Candi yang telah dibangun pada masa abad ke 8 atau ke 9.Waktu pastinya belum bisa ditentukan. Candi ini punya konsep arsitektur yang menakjubkan. Aku sebagai manusia abad 21 pun kagum dengan karya itu. Jauh sebelum eiffel dan patung liberty di bangun, candi borobudur sudah ada dan terkubur sejarah. Candi borobudur punya kompleksitas seni yang tinggi. Aku bukan orang yang ahli dalam kesenian. Tapi aku penikmat seni. Dan aku menilai candi borobudor sebagai bukti kemajuan manusia. Hal ini juga bisa menjadi bukti betapa cerdasnya sebenarnya nenek moyang kita. Para pengisi zaman Majapahit. Dari ukiran yang rumit, dari cerita yang komplek dan detail, dari bangunan yang kokoh, dari simbol simbol yang ekspresif. Semua terekam dalam sebuah bangunan tua dengan 55.000 m3 batu. Karya seni yang cerdas. Dibangun dengan batu, tanpa menggunakan paku. Secara filosofi aku kurang paham tentang apa yang ada disetiap ukiran relief candi. Karena aku kurang membaca. Candi Borobudor masih gagah dan tak lapuk oleh abad. Kemajuan manusia jaman dulu, tentu karena kemajuan otak yang dibentuk oleh Sang Pencipta. Anugrah terindah untuk Indonesia.

Akhirnya, aku melihat lagi candi itu. Bangunan tua yang menyimpan sejarah. Aku suka seninya. Aku suka uniknya. Aku suka karyanya. Dua kali kesana. Dulu pada saat masih SD bersama teman teman kelas 6. Dan 2012 aku melihat lagi bangunan itu bersama Aulia Rahmawati, John, Anna, Thomas, dan Berend (Germany) . Candi borobudor dulu dan sekarang. Tak banyak berubah. Seingatku.

This slideshow requires JavaScript.

Jogja, Angkringan

Image

yogyakarta, 19 oktober 2011.

angkringan : tempat makan sederhana yang nikmat

Malam itu, sekitar tanggal 13 oktober 2011. Aku ingin mencoba makan di tempat yang belum pernah aku coba. Tempat itu orang katakan angkringan. Aku sendirian. Sekitar pukul 7 malam. Ini kali pertama aku makan di angkringan. “The true angkringan” and “True ngangkring“. Tidak dengan siapapun, dan bukan angkringan modern yang biasa aku dan teman – temanku makan, seperti angkringan pulpi atau angkringan van java. Rasanya nikmat. Rasanya lebih merakyat. Rasanya lebih dekat. Dengan makanan yang sederhana dan hanya dengan nasi porsi kecil beserta teh panas yang kental. Angkringan yang nikmat. Tapi aku kadang bertanya – tanya. Apa memang wanita sepertiku tidak cocok berada di tempat seperti itu sendirian? karena nyatanya hanya ku sendiri satu satunya perempuan. Berjilbab pula. Kebanyakan orang yang datang adalah para lelaki dan bapak – bapak. Padahal aku ingin berlama – lama duduk disitu dalam kesendirianku. Makan diatas gerobak penjualnya dan ditemani lampu dari “teplok”. Rasanya benar – benar lain. Tapi sepertinya alam tidak mengijinkanku berada disitu lama – lama. Karena semakin banyak pengunjung laki – laki yan berdatangan. So, kenapa perempuannya hanya aku? apakah memang aneh? Mungkin tidak wajar saat perempuan sendirian nongkrong di angkringan.

Entah apa itu yang jelas aku suka makan di angkringan. Suasananya yang sederhana, syahdu, dan begitu nikmat tanpa kebohongan. Aku rindu makan diangkringan lagi. Cuma dua kali aku makan diangkringan. Dan sekarang aku ingin lagi. Angkringan yang membawa suasana berbeda.

Yogyakarta, 12 April 2012

Aku kembali makan sendirian di Angkringan. Kali ini aku memilih angkringan yang dijaga oleh perempuan. Aku menemukannya di daerah maliboro, dekat keraton. Rasanya lebih leluasa saat makan disana. Aku jatuh cinta pada angkringan. Unik. Tapi aku tak bisa berlama lama disana. Aku perempuan. Aku rasa angkringan telah penuh dengan para laki laki. Dan itu tidak baik untukku yang sendiri. Baiklah aku menyerah, dan aku makan dengan lahap, lalu pulang.

Yogyakarta, Juli 2012
Jangan pernah lagi nongkrong di angkringan kopi joss sendirian. Kopinya nikmat, tapi suasananya yang tak nikmat. Pelajaran berharga, dan harus tau tempat dan kondisi. Malam ini dingin, terdengar deru suara kerete yang memecah malam dengan lampu lapu yang menyala di sudut kota jogja paling terkenal, malioboro. Aku sendiri menikmati kopi joss yang hanya ada di kota seni ini. Tapi ada yang membuatku merasa harus buru buru menghabiskan kopi dan beranjak pulang. Karena ternyata ada laki laki tua memandangiku tajam, tak berkedip di ujung meja panjang tempat minumanku tersaji. Tak nyaman. Dan lalu aku harus buru buru kabur. Selamat malam angkringan. Pelajarannya : Jangan pernah lagi makan di Angkriangan sendirian. Tidak baik, apalagi untuk perempuan.

Yogyakarta, 13 November 2012
Aku kangen kopi joss, aku kangen makan di angkringan. Aku rindu sederhana bersama gerobak kayu yang menyejarahkan kota jogja. Tapi aku perempuan…

Semasa kemasyarakatan

Image

Telah 15 hari aku ditempat ini. Dimana aku bisa melihat bintang lebih dekat, menikmati awan yang ada disekeliling rumah, warna matahari yang perlahan datang dan memberikan semburat orange. Tempat ini yang selalu membuatku selalu merasa kedinginan karena udaranya yang dingin dengan kelembaban yang rendah. Tempat ini yang membuat kulitku menjadi kering dan kasar karena berbagai elergi yang kurasakan. Tempat ini yang menjadi tempat yang akan kurindukan nanti. Seperti pagi ini 23 juli 2012, saat matahari perlahan mulai terbit dari balik gunung. Dengan bentuk awan yang warna gradasi sangat indah dimataku.

Hidup ditengah – tengah masyarakat yang tidak pernah kita tau bagaimana mereka sebelumnnya. Masa ini disebut masa kemasyaraktan. Masa kita belajar dari masyarakat tentang banyak hal. kemanusiaan, kepedulian, organisasi, tenggang rasa, dan bagaimana kita bersosialisasi dengan banyak orang. Semua menjadi masa yang penting dan banyak pelajaran. Aku mengalami ini saat aku berumur 20 tahun. bulan juli-agustus 2012. Aku terjun kedalam masyarakat dengan ciri khas yang unik. Masyarakat ini dinamakan suku tengger.  Mereka tinggal di kaki gunung Bromo. Gunung yang mempunyai pesona bagi semua orang, baik dalam negeri ataupun manca negara. Sebagian besar orang yang mendatangi obyek wisata ini adalah turis dari berbabagi negara. Dalam perjalanan aku pernah berkenalan dengan 6 orang bule dari USA dan dari prancis yang juga sedang mengadakan tour  wisata di Indonesia. Mereka sangat tertarik pada gunung ini. Gunung in imempesona karena padang pasirnya dan suku yang tinggal di sekitarnya.

Aku belajar tentang masyarakat di desa Ngadisari yang terletak di kaki gunung Bromo, kecamatan Sukapura. Kabupaten Probolinggo. Masa itu berjalan selama 45 hari. Hidup dengan mereka yang berbeda denganku. Suku tengger sebagian besar beragama hindu. Masa ini juga masa yang akan ku kenang bersama teman – temanku dari UGM. Dia ada Edi pramono putro (edi), jannatu rahmah (uul), Nursyarief Boni Mulyadi (boni), Ukup Brando sidabutar (brando), Berta Martha saragih (eta), Sriulina shinta lingga (ulik), Monika andreastuti (monik), Maulida masruroh (mol mol), Nudia muntaza (nudia). Kuliah kemasyarakatan ini menjadi indah saat aku menjalani dengan mereka. Mereka yang mewarnaiku dengan warna yang berbeda – beda setiap saat. Mereka yang datang dan saling peduli. Mereka yang menjadi keluargaku disini. Masa kemasyarakatan ini  secara formal disebut sebagai KKN (Kuliah Kerja Nyata). Semacam praktikum ke masyarakat mengenai apa yang kita bidangi.

Masa kemasyarakatan dengan hidup bersama orang – orang UGM dari berbagai latar belakang. Ada yang pemberani, mandiri, manja, egois, atau apapun itu. Semua membuatku tersadar untuk bisa tetap bertahan saat aku harus berhadapan dengan orang yang aku rasa begitu menyebalkan. Pasti ada orang – orang seperti itu. Disini aku belajar untuk bersabar, belajar bagaimana aku harus saling peduli, belajar bagaimana tetap menjaga silaturami pada orang terdekat kita, belajar untuk tetap setia, belajar untuk memahami orang, belajar bagimana bersikap pada orang yang mempunyai karakteristik berbeda. Belajar untuk saling menghormati. Belajar bagaimana kita memperlakukan orang yang lebih tua dengan baik. Pembelajaran yang sangat komplek dari masa kemasyarakatan. Akupun belajar bagaimana mengatur waktu dan berdiskusi dengan masyarakat. Belajar mengatur rumah tangga dan segala keperluannya. Berlaku adil.

Aku bersyukur telah menjalani ini dengan mereka.

Mereka semua yang menjadi keluarga besarku di sana. Ternyata untuk mengatur rumah tangga tidak mudah, juga tidak sulit. Terngantung dengan siapa kita tinggal.

Masa kemasyarakatan yang menjadi pengalamana berharga. Lalu pertanyaanku

“apakah mereka akan tetap menjadi keluargaku lagi saat kita telah selesai menjalani masa kemasyarakatan ini ? apakah kita masih saling kenal dan menjalin silaturahmi yang baik?”

Aku berharap semoga Tuhan mempertemukan kita lagi bersama – sama diwaktu yang tepat. Aku ingin menguraikan bagaimana karakteritik mereka satu – persatu.

Semua tentang mereka telah terekam di dalam diriku. tetang cara hidup mereka. Tentang pribadi mereka. Tapi yang tidak banyak ku tahu adalah latar belakang mereka. Aku mungkin harus mencari lebih banyak dan butuh waktu  yang lebih lama untuk tahu tentang latar belakang mereka. Yang jelas kita semua berperan menjadi seorang anggota keluarga. Pernah menjalani sebagai anggota keluarga yang baik ataupun tidak baik. Apakah nanti saat aku mati mereka akan hadir untukku?

Tulisan ini dibuat 15 hari semasa kemasyarakatan. 15 hari masa KKN.

Social act with Gadjah Mada Mengajar

Blora,

Nama sebuah kabupatendi Jawa Tengah yang kalah pamor dengan kecamatannya yaitu Cepu atau blok cepu yang terkenal sebagai penghasil minyak. Di ujung Blora, jika melihat makin dalam akan ada sebuah dusun kecil bernama Alasmalang. Dusun kecil yang berjumlah 120 KK. Alasmalang terletak jauh dari perkotaan dan pusat perekonomian. Jauh dari pasar, dari warnet, dari jalan raya. Perjalanan kesana dari jogja membutuhkan waktu setidaknya 6 jam. Kami berangkat hari Rabu jam 9 malam. Sampe disana jam 3 malam. Dari jalanan kota yang mulus, jalanan bergelombang, jalanan berkerikil, hingga jalanan berlumpur. Semua menjadi tantangan dan proses tersendiri. Perjalanan ini Allah hadirkan dalam perjalanan hidupku dengan indah. Aku bersyukur pernah hadir disana. Bersama mereka anak anak Alasmalang.

Kami hadir atas nama sebuat komunitas sosial bernama Gadjah Mada Mengajar. Dalam tim ini ada aku, mba danur, mas dama (Isdhama Miswardhana) mas Aul (Aulia Muhadi) dan  mba Sato (Satonah). Kami menjadi keluarga kecil yang tiba tiba tinggal serumah tanpa sebelumnya saling kenal. Aku paling muda diantara yang lain, dan aku mungkin juga paling gaul diantara yang lain. Mereka adalah ikhwan dan akhwat, sedangkan aku perempuan nyentrik dengan gaya sesukanya. Paling bandel, bisa dibilang seperti itu.

Perjalanan ini adalah pembelajaran tentang banyak hal. Baik secara fisik ataupun psikis. Dari kubangan jalanan yang membuat kita tertahan di dalam kubangan yang lebih pantas disebut selokan karena saking dalamnya. Belum lagi perjalanan masuk hutan dengan tumbuhan berduri dimana mana. Mereka berebutan untuk menggores cat mobil kami. Batu jalanan seperti ajang goyang mobil dan melatih skill driver kami, mas Dama. Belum lagi, ditengah perjalanan berangkat aku beberapa kali muntah. Jadi terpaksa kita berhenti beberapa kali demi aku. Dan Masyarakat yang amat sangat menyambut kami dengan baik. Rasanya aku menemukan keluarga baru disana.

Alasmalang, tempat sederhana yang membuat rinduku tidak sederhana, karena aku sangat rindu.

Kami banyak mengadakan acara disana. Memberi sumbangan sepatu dari donator ke seluruh siswa di SD Temuireng 2. Melakukan solat Ied dan kurban 4 kambing dari orang di Yogyakarta. Memberi sumbangan buku untuk taman belajar di TPQ yang masih dalam tahap perkembangan, nonton film “Hafalan Sholat Delisa” bersama anak anak dan para orang tua di depan rumah, Mengajar TPQ, Penyuluhan tentang kurban dan masih banyak lagi. Menyenangkan. sangat menyenangkan. Pengalaman yang berharga.

Tiga hari disana seperti sudah lama, menghabiskan waktu dengan bahagia dan begitu dekat.

Anak anak Alasmalang punya semangat belajar yang tinggi. Dalam kesederhanaan fasilitas, ruang, dan tmpat yang membuatku merasa prihatin dan termenung saat petama kali tiba disana. Mereka kelas 1-6. Penuh mimpi, penuh harapan, penuh semangat. Sebelum sumbangan sepatu datang, banyak dari mereka sekolah tidak memakai sepatu. Baju sederhana, kulit kering, dan tas yang sudah banyak sobek dimana mana. Bangunan sekolah yang masih rapuh, beralas tanah, dan bangku yang hampir patah. Tapi semangat belajar dan ngaji mereka tidak terkalahkan oleh keadaan. Aku lihat semangat ceria dari mata para anak anak kecil ceria itu.

_Ada perempuan kecil bernama Ngatini. Dia kelas 6. Tiba tiba dia menangis saat kita suruh membuat pohon harapan. Kami bertanya tanya, Lalu kami mencari tau dari pemilik rumah yang kita singgahi yang juga merupakan guru di SD itu, namanya pak Harto. Kata beliau, Ngatini mengalami sedikit disorientasi, minder karena dia merasa bodoh. Secara fisik dia memang yang paling besar diantara teman temanya. Aku mencoba mendekatinya. Hingga waktu perpisahan datang, aku menuliskan sebuah pesan di bukunya. Dia memintaku. Dia menangis saat harus mengucapkan kesan di depan kelas. Aku bisa merasakannya. Rasanya aku ingin sekali memeluknya erat dan mengatakan padanya, “jangan takut sayang, jangan takut, jangan menyerah, kamu bisa pasti bisa” seperti apa yang telah aku tuliskan di bukunya. Aku berdoa semoga Allah memudahkan jalan hidupnya, memudahkan pemahamannya. Salam rindu untuk Ngatini di Alas Malang_

Kapan aku bisa kesana lagi?

Dalam perjalanan ini aku tak hanya belajar dari masyarakat, dari anak anak, tapi juga teman satu tim. Kita banyak membicarakan politik kampus, isu kenegaraan, kepemimpinan, akhlak, fiqih, dan kepribadian. Obrolan yang jarang aku temukan adalah obrolan politik kampus. Kebanyakan mereka adalah petinggi di BEM KM UGM. Jadi gak heran kalau mereka mengerti betul untuk urusan itu. Bagiku ini hal yang jarang dibicarakan. Aku juga belajar tentang agama. Mengajar di TPQ membuatku sadar, bahwa aku masih cupu banget untuk soal mengaji. Membuatku tersadar, aku butuh banget untuk belajar tajwid bacaan Alquran.

Alasmalang, Kebanyakan rumahnya tersusun dari kayu jati. Jarang sekali yang menggunakan tembok. Akses masuk yang sangat susah. Mungkin ini penyebab kurang majunya tempat ini. Perlu berkilo-kilo meter untuk sampai di tempat yang bernama pasar. Air disana juga agak susah, beruntungnya kami ditempatkan di rumah yang paling bagus di tempat itu, mungkin beliau juga orang paling kaya di Alasmalang. Air di rumah tinggal kami tersedia cukup. Jika musim hujan datang, jalanan sudah tidak bisa dilewati mobil. Hanya pejalan kaki dan sepeda motor yang bisa melewatinya. Tapi tetap saja, mencuci motor adalah hal yang sia sia disana.

Pagi itu, hari sabtu jalanan becek karena terisi genangan air hujan yang datang malam tadi malam. Pak kepala sekolah datang dengan kondisi baju terikat dimotor, tidak memakai sepatu, roda motornya sudah penuh dengan lumpur. Dan beliau berkata “ saya jangan difoto ya” aku tertegun. Hoo, beliau seperti habis pulang dari sawah. Tapi beliau datang dari rumah untuk mengajar disekolah. Aku hanya tertegun terpaku dengan kamera ditanganku melihat beliau berlalu kesumur dan sepertinya beliau mandi dan bersih bersih. Subhanalllah…

Belum lagi bicara soal gaji. Guru disana kebanyakan adalah guru honorer. Gajinnya hanya 150 rb perbulan. Aku tidak bisa berkata apa apa. Yang aku rasakan adalah “aku ingin menjadi orang sukses dan kaya, lalu aku akan membantu membangun Indonesia menjadi negara yang lebih maju, dan peduli pada orang orang seperti mereka”.

Bagiku, tiga hari tiga malam itu, membuatku banyak belajar. Belajar bersikap, belajar menghargai, belajar peduli, belajar untuk bersikap lembut. Dan belajar dewasa.

Awan itu hadir menyendiri dilangit yang jauh

Dilangit blora aku tlah tau, semasa yang singkat

Anak anak kecil berlarian kearahku, senyum tersungging tak pernah hilang

Diam, dan bermimpi

Berlari dan menyalami tanganku hingga aku tampak bergetar, Hatiku penuh

Bahagia yang tak terukur

Elok,

Seperti mimpi bisa hadir dekat di hati mereka

Mereka juga sama

Menceritakan cita dalam senandung tawa yang renyah disuatu senja

Ternyata sekarang aku rindu,

Belajar mengaji, belajar membaca, menulis, dan bernyanyi di bangunan sederhana itu

Sekolah dan madrasah tempat kalian, Alasmalang

This slideshow requires JavaScript.

dulu, sekarang, dan nanti

persahabatan.

memang sepertinya tidak ada yang pernah bertahan hingga masa telah berganti. lalu aku telah mencintai beberapa sahabatku. kita menamai UC. unique community. karena kita memang benar – benar unik. kita sempat bertemu dalam 2 semester awal kuliah. lalu kita sering menjalani hari, kisah dan beberapa perayaan bersama. Hangout keluar bersama. semua terasa menyenangkan. ini dulu, beberapa bulan yang lalu

dan sekarang, saat semua menjadi waktu yang menekan beberapa kebebasan kita. Kita telah menjadi lain satu sama lain. seakan tidak peduli atau telah menjadi berbeda. yang jelas aku telah ada dalam sebuah cerita dengan mereka. Kita tidak lagi punya waktu untuk bersama dan menghabiskan waktu dalam canda. kita seakan telah dikurung oleh kesibukan masing – masing. manjadi lain karena beberapa hal. masing – masing telah ada dalam ceritanya sendiri. kita menjadi tertutup satu sama lain, menjadi tidak saling mengerti, atau kita menjadi tidak peduli. yang jelas aku juga sekarang tidak mengerti tentang mereka yang sekarang. semua menjadi aksara yang berbeda dan tidak bisa kubaca. Aku seakan harus lebih berhati – hati dalam bersikap.

Lalu telah ada pertanyaan di benakku: mereka yang benar – benar berubah atau aku yang berubah memandang mereka?

Dan nanti aku akan menjadi kisah bagi sahabat yang lain. karena ternyata aku telah nyaman dengan sahabatku yang lain lagi. menjadi cerita yang indah lagi dengan anak  anak manusia yang telah mencintaiku. mereka sahabatku “gila-gila” seakan kita telah merasakan apa yang namanya kesepian bersama – sama.

Tapi aku telah mencintai mereka semua. UC ataupun Gila – gila. mereka sama – sama punya peran yang penting di hidupku. mereka mengisi hari – hariku dengan cara mereka sendiri. dan mereka berarti untukku.