Gallery

Marhaban, Ya Ramadhan

Senja mulai meneriaki rasa yang sudah dahaga akan cerita. Tidak sabar, berkemas, memotok rambut dengan gaya baru, mencuci perangkat yang sudah berdebu, merapikan dandanan. Mengobati hati yang sudah terlalu perih. Mengikisi kesombongan yang sudah mengarat. Memberi ruang pada hati untuk berlaku.
Marhaban, Ya Ramadhan.
Selamat datang, Hai Ramadhan.

Aku menyebutnya kamu. Kamu yang dinanti. Kamu yang menjadi istimewa dari setiap perjalanan tahun yang mungkin sesekali terasa membosankan. Oh. Ramadhan. Telaga di sebuah perjalanan panjang.
Ada harapan. Aku menjadi lebih peduli, berharap ada yang lebih.
Lebih baik. Lebih dekat pada yang Maha Baik.

Apa yang akan aku saji untukmu? Jika ternyata kamu sudah bersedia datang dan kembali. Menemui. Menceritakan tentang hari hari yang berlalu beberapa tahun yang lalu. Terima kasih. Mengisi lagi cerita yang sudah lama berlanjut.  Ramadhan adalah momentum.

Kamu, yang menjadi waktu untuk menjaga diri dari apa apa. Kamu, yang menjadi waktu saat  setan terpenjara di langit yang tinggi, aku akan lebih banyak bertarung dengan nafsu sendiri. Kamu, yang dijadikan Tuhan sebagai kado untuk membuka mata hati, bagi orang orang yang berfikir dan memang punya hati. Kamu yang menjadikan dunia terasa panjang. Karena ada malam seribu bulan yang diidamkan banyak orang. Aku ingin bermesraan.

Ramadhan yang sering orang orang sebut dalam setiap tulisan. Surat kabar, baliho, reklame, iklan televisi, media sosial. Semua mendendang. Aku cemburu jika aku terelakan dari peredaran, dari cinta kasih sang Maha Punya Ramadhan. Aku ingin lebih bermakna dari sekedar angan.

Selamat datang, kembali dari satu tahun yang lalu.
Kamu. Bulan puasa. Bulan Berbagi. Bulan Alquran. Bulan perbaikan. Bulan kebersihan. Bulan pengontrol. Bulan kebiasaan baru. Bulan membersihkan hati. Semoga aku bukan hanya bermain kata dalam keindahan untuk merayu, bahwa aku memang bersuka cita atas kedatanganmu.

Suara berdengang, bergembira, membawa asa yang kembali untuk menjadi dekat denganNya. Membersihkan dari apa apa. Mengobati luka. Menghidupkan mimpi. Memaafkan. Menjadi diri sendiri.

***

Tuhan, jangan jadikan aku bermuka dua. Yang selalu rela dengan jalan takdir yang Kau persembahkan pada akhirnya. Aku menunggu, aku mengharap, dan sekarang sudah datang. Selamat datang Ramadhan. Semoga Ramadhan membawaku menjadi yang baru. Manusia yang tidak pernah merasa susah untuk menjadi baik dan baik lagi.

Tuhan, jangan jadikan aku penipu. Yang hanya suka merayu. Jadikan aku sebagai manusia yang bersungguh sungguh hati. Mencurahkan asa yang dipunya untuk memperbaiki kualitas diri. Benar benar mengisi waktu yang sudah diberi.  Saat bangun hingga tidur lagi. Bukankah itu yang terpenting.

Pada akhirnya, yang masuk surga mungkin bukan orang yang paling sering sembahyang. Tapi yang selalu mengaitkan apa apa dalam dirinya pada Sang Pemilik Hati. Tentang hidup ataupun mati.

Apa kau lupa, Gustin?

pinterest
Welcome

Gallery

Titik kumpul

DSC05212

Sudah lama. Beberapa kali menjamah di pikiran. Beberapa kali pula aku coba seka. Tidak mempedulikan. Dan kini aku mulai terfikir lagi tentang hakikat kita. Kenapa kita berada dibumi, bersama beberapa manusia yang dipertemukan. Kenapa ada rasa yang mempertautan aku dengan  hati beberapa manusia. Rasa persaudaraan, pertalian darah, persahabatan, ketergantungan, mencinta, peduli, berharap, merasa dibutuhkan, menjadi berarti dan semua rasa yang pernah dijelaskan dalam kamus bahasa.

Yang aku tahu jelas, Tuhan menciptakan manusia untuk beribadah kepadaNya.

Lalu buat apa aku bersinggungan dengan manusia, buat apa aku menjelma dan mencinta mereka semua.

Aku mulai mencerna. Mungkin begini:
1. Bukti cinta Tuhan kepada hambanya
Menghadirkan mereka untuk menemani perjalanan kita didunia. Tuhan mencipratkan rasa untuk saling mengasihi membuat tentram apa yang ada didada. Bahkan Tuhan menghendaki berbuat baik pada orang lain sebagai sebuah ibadah. Betapa mulianya sosok orang lain. DIA juga menyuruh kita menjaga dua bentuk hubungan harmonis yaitu hubungan kita denganNya dan kita dengan manusia. Ah, maaf mungkin aku tak pantas terlalu filosofis. Tapi memang seperti itu Tuhan membuat diri kita menjadi berarti. Menjadikan kita sebagai bagian dari hidup orang lain.

2. Berperan
Peran. Itulah yang kita butuhkan dalam hidup agar kita tahu apa yang harus kita lakukan. Peran membuat kita merasa bertanggung jawab, dan mempunyai alasan untuk bergerak. Kita para pemain yang harus menjadi sosok yang terbaik. Sosok yang paling banyak melakukan kebaikan. Mungkin kita banyak berperan menjadi seorang anak, kakak, adik, sahabat, rakyat, pemimpin dan banyak lagi. Sejauh mana kita memanfaatkan dengan optimal peran yang diberikan Tuhan? Peran yang menjadi media melakukan ibadah.

3. Pelengkap
Manusia adalah sebaik baiknya bentuk yang Tuhan ciptakan. Tapi kita tak diciptakan dalam keadaan sempurna. Mungkin begitulah caraNya berbuat adil. Dalam diri kita ada ruang ruang kosong yang tidak bisa kita isi sendiri. Ada orang lain yang harusnya melengkapi. Menyeimbangkan, menutupi kekurangan, menyanggupkan apa yang kita tidak sanggup. Dengan melibatkan peran peran tadi kita bisa saling melengkapi.
Mungkin begitu Tuhan mengajari kita untuk tidak sombong. Kita diciptakan sebagai bagian –  bagian dari ketidaksempurnaan orang lain. Dan orang lain adalah bagian dari ketidaksempurnaan kita. Kita menjadi hanya sepotong hanya sebagian jika kita merasa kita tidak butuh orang lain. Tidak akan menjadi sempurna tanpa menjadi bagian orang lain. Saling belajar. Menjadi pelengkap dan melengkapi.

4. Sebagai bentuk anugerah
Siapa yang tidak bahagia punya orangtua, diasuh, disayang, dilindungi, dininabobokkan. Semua makhluk punya orang tua. Dilahirkan dari rahim manusia. Hasil dari pertemuan antara sel telur dan sperma. Dilahirkan dengan penjagaan. Kita dilahirkan sendiri, punya jiwa sendiri, tapi kita tidak bisa hidup sendiri. Kita harus belajar dari para parental. Menemani kita tumbuh. Memperhatikan bagaimana gigi susu kita telah tanggal. Atau mempedulikan bagaimana saat kita merasa ingin makan. Tiada yang lebih berharga ketika Tuhan mentakdirkan kita hadir dalam sekumpulan manusia pertama yang kita lihat dalam rasa bahagia. Mereka mencintai kita. Dan begitu caraNya kita diberi anugerah, dicintai sesama manusia. Menentramkan.

Aku tidak mempunyai kata sambung yang baik untuk tulisan ini.

Mungkin aku sedang tercekat dalam kepentinganku sendiri. Aku tersadar bahwa aku sering menganggap tidak penting hal hal yang sebenarnya sangat penting. Menyapa dan bertanya apa kabar.

Aku yang tidak mampu membahagiakan yang seharusnya dibahagiakan. Orang tua. Aku yang tidak mampu selalu hadir untuk orang yang membutuhkan kita. Para sahabat dan teman dekat. Aku yang tidak selalu meluangkan waktu untuk memberikan pundak saat mereka butuh bersandar atau sekedar berbagi  cerita. Adik adik. Aku yang tidak merasa perlu untuk disayang dan dimanjakan saat orang merasa ingin menyanyangi kita seperti saat kita kecil. Kakak-kakak. Aku yang tidak terlalu mempedulikan dan menganggap penting sesuatu hal saat orang lain ingin menyambung silaturahmi. Saudara dan para teman kenalan. Maafkan aku yang terlalu berfikir praktis bahwa  aku tidak punya peran apa apa.

Belajarlah untuk mengoptimalkan peran sebagai media kesempatan ibadah sebaik baiknya. Belajarlah, dan jangan pernah menyerah untuk menjadi bagian yang membawa kebaikan. Bagian yang selalu tumbuh dan memperbaiki diri menjadi pelengkap yang benar benar melengkapi apa yang harus dilengkapi.

Terlalu egois saat aku pikir tidak ada orang yang membutuhkanku. Kita bahkan tidak pernah tahu siapa saja yang membutuhkan kita, yang menjadikan kita sebagai pelengkap, yang menunggu kita mengisi bagian yang ternganga. Bahkan kita tidak pernah tau siapa yang menjadikan kita sebagai contoh bagi mereka.

Kita menjadi terlalu picik kalau kita pikir hidup kita hanya untuk diri kita. Tapi hidup kita untuk lebih dari sekedar itu.

Terima kasih untuk orang orang yang melengkapi dan mengisi bagian yang tidak pernah bisa aku isi sendiri. Melengkapi aku dengan caranya masing masing. Ayah, ibu, adik, kakak, sahabat dekat, teman, guru, murid, tetangga, rekan kerja, paman, bulik, ponakan, sepupu, kenalan, dan orang orang yang telah kutemui sejak 264 bulan yang lalu.

Terima kasih dan maaf aku sempat tidak memanfaatkan peran dan menjadi potongan yang tidak baik.

Semoga kita semua bisa menjadi dan mengisi bagian dari “titik kumpul” dengan indah. Titik dimana setiap bagian bertemu dan menjadi pelengkap yang semestinya.

Kenapa kita berada dibumi bersama beberapa manusia yang dipertemukan?

Jawabannya, karena kita diperintahkan untuk beribadah. Berbuat baik pada semuanya.

Image

Pahlawan sepanjang masa

“Saya tak mengharapkan pahlawan. Orang tak selalu baik, benar, berani. Tapi saya mengagumi tindakan yang baik, benar, berani, biarpun sebentar” (Goenawan Mohamad, Pagi dan hal hal yang dipungut kembali : h.11)

Pahlawan.
Banyak sekali presespi tentang pahlawan. Ada yang bilang pahlawan adalah sosok yang sempurna, dia bisa segalanya, dia membela kaumnya, dia gagah berani, dan dia bisa melalukan banyak hal. Seperti Superman. Pahlawan konvensional.

Ada juga yang bilang pahlawan adalah sosok yang berani berkorban untuk orang lain tanpa mempedulikan kepentingan pribadi. Berkontribusi total. Prajurit yang berperang demi negaranya dan meninggalkan keluarganya.

Bagiku, pahlawan adalah orang yang terus melakukan kebaikan untuk orang lain sepayah apapun yang diusahakannya, yang tak pernah memikirkan imbal balik untuk dirinya sendiri. Pengorbanan. Mungkin itu kata kuncinya.

Lalu apakah ada pahlawan di dunia?

Mungkin ada.
Sosok sosok hebat yang rendah hati, yang selalu mendedikasikan hidupnya untuk orang lain, kesejahteraan manusia, yang diam diam selalu berjuang dalam diamnya, yang mendorong orang lain untuk maju sedangkan dia tetap berdiri dibelakang untuk memberi kekuatan, yang mengorbankan cita citanya untuk kebahagiaan anaknya, yang tidak peduli tentang apa yang disangkakan orang lain padanya. Dan dia tidak akan pernah merasa dirinya pahlawan meskipun sebenarnya dirinya adalah seseorang yang berkorban. Kerendahan hati dan tidak mengharap pamrih.

Mungkin mereka adalah orang orang terdekat kita. Pahlawan yang tidak menuntut lencana, piagam, atau semacam pengakuan. Pahlawan yang tidak pernah meminta imbalan tentang pengorbananya. Atau bahkan dia yang diam diam mendorong kita untuk maju dan menempatkaan kita pada tempat yang baik.

Dan setiap orang punya pahlawanya masing masing dengan pola kepahlawanan masing masing.

Mungkin mereka tidak pernah selamanya membuat kita tersenyum setiap saat, memberikan apa yang kita inginkan, menolong disaat saat kritis. Tapi setidaknya meraka telah menghabiskan banyak waktunya untuk kita. Tidak pernah ada pahlawan yang mampu segalanya. Yang ada pahlawan yang meluangkan dan menghabiskan waktu dan sebagian hidupnya untuk kepentingan kita. Tidak pernah bosan dengan kita.

“Setiap pejuang bisa kalah dan terus-menerus kalah tanpa kemenangan, dan kekalahan itulah gurunya yang terlalu mahal dibayarnya. Tetapi biarpun kalah, selama seseorang itu bisa dinamai pejuang dia tidak akan menyerah. Bahasa Indonesia cukup kaya untuk membedakan kalah daripada menyerah
(Pramoedya Ananta Toer, Prahara Budaya : h. 187)”

Lalu siapakah pahlawan kita?

Lalu kita akan termenung sejenak dan menyadari banyaknya pahlawan yang dikirimkan Tuhan untuk kita.

Sesungguhnya Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan dibumi. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. (Q.S 35:38)

Semoga Tuhan membalas banyak kebaikan untuk pahlawan pahlawan kita.

-Selamat hari Ibu : salah satu pahlawan terhebatku, pahlawan sepanjang masa –

shine

Gallery

Reboisasi sang Khalifah

green

Penghijauan.

Bicara tentang penghijauan, orang selalu tertuju pada penanaman pohon atau reboisasi. Tentang hutan, sawah, ladang, dan banyak hal yang bertema “hijau”. Lebih spesifiknya adalah hal yang membuat bumi menjadi semakin berwarna hijau. Lingkungan yang seimbang adalah lingkungan yang perawan dan nuansa hijau. Penghijauan ada dari kata dasar “hijau” yang berarti melakukan pekerjaan yang membuat hijau. Tapi sebenarnya pengertian penghijau tidak sependek itu. Ada hal lain yang seolah lupa untuk ditilik lebih dalam kenapa perlu penghijauan, kenapa bumi menjadi menguning, kenapa bumi berubah warna, berubah wajah. Kenapa asap dilangit semakin menghitam? kenapa lautan artik semakin cepat mengasam? kenapa banjir terlalu sering datang seketika di ibukota? Permasalahan utama bukanlah karena tidak ada pohon yang menyerap air yang menghasilkan oksigen dengan lebih baik.

Tapi sejatinya sumber yang harus kita tilik lebih dulu adalah sang khalifahnya. Si pemimpin di bumi, manusia. Pemikiran yang telah mengakar berdebu dengan kepentingan ekonomi yang semakin tebal. Paham rakus tentang politik berduit untuk menciptakan kota metropolitan yang bergengsi. Pandangan salah tentang buang sedikit sampah sembarang yang tidak menyebabkan apa apa “cuma bungkus permen aja kok”.  Pola pikir yang semakin tercemar karena banyak kepentingan tak mendasar, hingga manusia tidak lagi peduli dengan alam. Seakan lupa bahwa kita harus berkesinambungan secara seimbang. Seolah mereka lupa bahwa alam juga hidup. Si khalifah masih gagal bijaksana. Kurang berbalas budi kalau alam telah menghidupinya. Kebijakan tentang pengelolaan lingkungan yang harusnya mampu mengasihani alam untuk tetap berada di takdirnya.

Saatnya menghijaukan lagi pemikiran sang khalifah di bumi. Mengijaukan kembali semangat manusia untuk peduli pada lingkungan. Bisa dari hal hal kecil yang sepele, namun berkelanjutan. Membentuk kepribadian yang tahu bagaimana harusnya keseimbangan hidup antara manusia dengan alam. Menghijaukan pemikiran, memupuk, menanam kembali paham tentang proses timbal balik yang ada di lingkungan. Seolah ini terlalu sederhana. Tapi permasalahan ini memang penting dimulai dari sikap yang tertanam pada karakter masyarakatnya. Bagaimana kita menyelamatkan bumi menanam pohon disepetak tanah, sedangkan setelah itu seiring dengan itu masih suka membuang sampah di selokan, merokok sepuasnya, melapisi tanah bumi dengan semen. Penghijauan butuh komitmen dari kepribadian yang hijau. Tak hanya sikap sporadis. Tapi juga pribadi yang mampu merawat, menjaga, dan yang punya hati tentang bagaimana membuat alam tak gundul lagi karena cetakan coneblock yang memutih. Cahaya matahari memantul kembali ke atmosfer dengan rasa sedih. Tertahan dan menjadikkan bumi mendidih.

Membangun bangsa sama halnya membangun pemikiran. Menjaga alam sama halnya menjaga prinsip keseimbangan hubungan. Dalam hal keseimbangan, orang orang Bali memegang prinsip Tri Hita Karana. Ada tiga hal yang menjadi pegangan untuk bisa hidup sejahtera yaitu menjaga keharmonisan manusia dengan Tuhan, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan sesama manusia. Keharmonisan prinsip ini yang harus diterapkan untuk bisa hidup damai dibumi. Keseimbangan alam juga mempengaruhi kesejahteraan. Secara langsung atapun tidak langsung. Semua bentuk hubungan ini akan membuat seimbang dalam banyak hal. Lahir maupun batin. Keharmonisan manusia dengan alam bisa ditanamkan melalui pedidikan lingkungan. Pendidikan lingkungan yang diterapkan untuk anak anak, remaja, pemuda dewasa, orangtua, lansia, semua wajib tahu bagaimana seharusnya prinsip berkehidupan dengan alam. Walaupun lebih baiknya pedidikan lingkungan diterapkan sejak dini, sedini mungkin.

Begitu seharusnya sang khalifah menjadi bijak. Manusia hijau.

Membentuk bangsa yang hijau dengan pendidikan karakter kepemimipinan yang hijau. Mendidik anak anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang bijaksana dalam mengelola lingkungan. Pada dasarnya semua yang ada di alam itu diciptakan untuk kesejahteraan makhuk hidup. Sebagian besar untuk kesejahteraan manusia. Dan hewan, tumbuhan, dan semuanya juga ada bagian. Manusia yang lupa dan tak sadar bahwa mereka telah serakah. Mendidik anak dengan pemahaman akan keseimbangan lingkungan yang bijaksana, pengelolaan yang mempertimbangkan masa depan, ekploitasi yang terukur dan mampu terbaharui. Sistem pemanfaatan alam yang berkesinambuangan secara seimbang. Memang tidak spontan. Perlu pendidikan sejak dini secara menyeluruh untuk berbagai kalangan. Hingga dimasa depan akan ada arsitek yang asri, penambang yang peduli, investor yang berhati, pengusaha yang berfikir, pilot yang berprinsip peduli untuk sejalan dengan alam. Begitulah cara membangun bangsa yang hijau. Sama halnya membangun ideologi yang hijau.

Pendidikan lingkungan bisa menjadi sarana yang efektif untuk mengembalikan pemahaman nenek moyang tentang penghijauan terhadap generasi masa depan bangsa. Pendidikan diluar ruang, menulis tentang alam, menggambar diladang, bermain disawah, memperlihatkan bagaimana sejarah hutan, mendekatkan mereka kepada alam hingga mereka tak tahu lagi mana diri mereka dan mana alam itu sendiri. Semua menjadi satu berdampingan. Memberi kesadaran bahwa kita hidup tak sendirian. Berasama alam kita mengambil nafas.

Quote

Kita terkadang …

Kita terkadang berfikir terlalu rumit, apakah ini sudah benar atau salah, baik atau buruk, pantas atau tidak dimata manusia. Hingga tak sadar ini menghabiskan energi. Seharusnya yang selalu kita ingat adalah Allah selalu membersamai niat yang baik, Dia akan menunjukan dan memberikan jalan. Dialah sebaik baiknya tempat untuk kembali.