Untuk kamu, yang dijanjikanNya, didalam dadamu ada aku, menjadi tulang iga yang menjaga jiwamu.
Surat, untuk jodohku.
Siapapun kamu, siapa namamu, seperti apa wajahmu, selembut apapun tindak tandukmu, apakah alismu tebal ataukah tipis, aku tidak perlu terlalu banyak ragu. Karena kebahagiaan terbesarku adalah akhirnya aku bertemu denganmu. Kau tahu kenapa?
Karena akhirnya aku menemukan orang yang bisa menemaniku berjalan menyiapkan bekal pulang bertemu Tuhan. Yang bisa aku beri cinta tak habis habisnya. Yang menjadi inspirasiku. Yang dipundakmu aku bisa menyandarkan kepalaku. Yang dipangkuanku aku bisa menenangkan kegelisahanmu. Lalu kita akan saling menguatkan tentang lika liku yang harus kita hadapi di dunia.
Ini hanya soal waktu, soal kesiapan, soal jala yang digerai Tuhan pada hidup kita.
Aku akui, menunggumu terkadang membuatku merasa jemu. Kamu yang tak kunjung datang dan mengetuk pintu rumahku. Jika kamu tanya “apakah aku kesepian?”. Ya, aku kesepian. Sangat kesepian. Tapi sekesepian apapun aku, aku tetap berusaha menikmatinya. Karena aku percaya semua ini akan dibayar mahal. Kamu yang terbaik akan datang pada waktu yang tepat. Seberat apapun aku mencoba menjaga hatiku untuk tidak jatuh hati pada hati yang salah. Aku tidak ingin bergantung pada apa apa kecuali pada Tuhan. Dan sejujurnya aku ingin berlari bersamamu. Hanya kamu. Menyerahkan diriku untuk kau cintai. Menyerah pada cinta yang sudah ditakdirkan Tuhan. Mungkin itu terasa membuatku lebih tegar untuk menghadapi semuanya. Jadi aku tidak lagi sendirian. Aku tidak lagi kesepian.
Terkadang, aku merengek “Tuhan, pertemukan aku dengan jodohku, kumohon”. Tuhan mungkin tertawa melihatku begitu. Hingga akhirnya aku hanya pasrah. Biarkah Tuhan yang memberikan jalan pada kita untuk bertemu. Meski penantian ini panjang.
Kau tahu, sesekali aku mencarimu, menerka nerka mungkin kamu ada disekelilingku, mungkin kamu teman jauh, mungkin kamu orang yang ada diluar sana yang belum pernah kulihat wajahnya sampai sekarang. Dan aku tak bisa apa apa, aku takut salah untuk memulai menyapa. Aku hanya ingin menjaga diriku sebagai seorang perempuan. Aku hanya bisa menunggu keberanianmu untuk menjengukku lebih dulu. Aku menunggumu kesungguhanmu untuk menjadikanku halal bagimu. Setiap saat aku berdoa untuk itu.
Kita akan menjadi sepasang pejuang. Dunia dan Akhirat.
Kita yang akan membangun rumah bersama. Menjadi yang pertama kulihat dipagi hari. Yang kutemani minum kopi. Lalu kita pergi setiap libur panjang, mengepak barang barang di mobil belakang. Kita mungkin lebih suka mobil tinggi besar yang bisa kita gunakan untuk jalan jalan rusak petualangan kita. Kamu dan aku, melakukan perjalanan jauh. Membuat kisah baru disetiap celah celah Indonesia. Sesekali aku akan menggantikanmu menyetir, dan membirkanmu terkantuk kantuk di jok mobil. Kita akan mendirikan tenda diatas gunung gunung yang menjulang. Menikmati dinginnya malam bersama, memandangi bintang. Dan aku akan menceritakanmu sesuatu. Yang hanya aku dan kamu yang tahu.
Dan lagi, semoga kamu bersabar untuk sesekali menikmati masakanku yang kurang sedap. Tapi aku mau tetap belajar, sungguh. Kamu lihat kan berapa banyak buku resep masakan yang kupelajari? Meski bentukkanya tidak lagi persis, tapi aku akan selalu berusaha untuk itu. Sesekali kamu mungkin hanya bisa tertawa meledekku.
Kamu, yang membuatku merasa nyaman keluar malam. Wisata kuliner. Dihujani cahaya bulan yang malu malu melihat kita bahagia. Aku, kamu, menjadi teman hidup, selamanya. Maukah kau terus begitu? Menikmati makanan yang baik, agar jiwa raga kita juga baik.
Kamu, yang menjadi imam solatku, yang akan selalu aku amin-i doamu.
Lalu, kali ini siapa yang akan bangun lebih pagi untuk olahraga. Aku atau kamu? Kebiasaan pagi kita yang harus kita jaga. Bukan hanya agar badanmu tidak kegendutan, tapi untuk kebugaran badan. Aku tidak ingin kamu sakit terkulai, karena pagiku mungkin bisa jadi bisu tanpamu.
Kamu. Yang selalu kutunggu. Yang mengingatkanku “Bagaimana hafalanmu?” “Bagaimana tilawahmu?” “Sudah kau sedekahkan sebagian rejeki kita?” . Kita tidak hanya berlomba lari pagi, tapi kita juga ingin berlomba dalam kebaikan. Karena aku tahu, kamu tidak akan menjadi lebih baik kalau aku tidak menjadi lebih baik juga. Dan aku tidak menjadi lebih baik jika kamu tidak menjadi lebih baik pula. Aku dan kamu bisa menjadi baik kalau kita sama sama semangat melakukan kebaikan. Kita akan saling bergandengan, menguatkan, mengingatkan. Karena kita adalah satu kesatuan.
Sesekali terdengar, kata orang, hidup berkeluarga itu tidak semudah yang seringkali kita deskripsikan. Ya, sesekali ada ranjau, kelok, rintangan, cekcok, dan kecewa yang menghadang. Tapi aku yakin kita tidak akan menyerah untuk terus tumbuh. Bahagia hanya soal bagaimana bersyukur. Ini hanya soal bagaimana kita bisa saling menghargai satu sama lain. Bukankah cita cita kita tidak hanya bersama didunia?
Sungguh, aku ingin berdua bersamamu di negeri akhirat sana, disurga.
Kamu, yang tidak pernah bosan untuk mengerti diriku. Karena akupun berusaha untuk itu. Kita akan saling diskusi tentang cita cita kita bersama. Tabungan kita yang akan kita investasikan di Jalan Tuhan. Proyek kita tentang pemberdayaan, mencerdaskan anak anak Indonesia. Aku bahagia bisa melui itu semua, tidak sendiri, tapi bersama denganmu. Setiap kali. Kau ada disampingku.
Kau pun tahu, aku bukan perempuan sempurna yang kau idamkan. Mungkin. Tapi kita saling menyempurnakan. Itu sudah lebih cukup. Kau mengisi kekosongaku, dan aku mengisi kekosonganmu. Bukankah begitu pas Tuhan memberikan keterikatan antara dua manusia? Cinta menjadi perekat yang selalu kita remajakan setiap saat.
Kau tahu, seberapa lama aku menunggumu. Didepan pintu, sambil sesekali aku mengenyam rindu yang menggebu gebu. Saat aku merasa kelelahan berjalan, jatuh dilubang lubang perjalanan, kepalaku penuh, ingin menyerah, aku ingin ada kamu disisiku. Menggenggam tanganku sambil berkata “Berdirilah lagi, gustin”. Kamu yang dikirimkan Tuhan untuk menemaniku, menguatkanku, menyeka air mataku.
Kita seperti bangunan yang saling menyangga satu sama lain. Kamu adalah seorang pemimpin, aku managernya.
Kamu dan akan akan membuat peradaban baru. Merawat anak kita dengan sebaik baiknya. Kita akan saling belajar untuk menjadi orang tua teladan bagi anak anak kita. Kau tahu? Kamu adalah orang yang membuatku yakin, bahwa keluarga bahagia itu bisa ciptakan. Mungkin saja kita sesekali bertengkar, tapi kita menjaga lisan dan tangan. Kita berdua. Saling mencinta dengan laku. Saling menyayang dengan kesabaran.
Dipagiku, aku bisa membenarkan lipat leher kemejamu, merapikan sisiran rambutmu, menyiapkan sarapanmu.
Kamu sedang apa diluar sana. Apakah kamu juga sudah merindukanku seperti aku merindukan kedatanganmu?
(Oktober 2014 : Dan aku ingin sedikit cerita, hari ini langit sedang mendung, agak menakutkan, aku sedikit gelisah, barangkali langit yang biru akan runtuh menghancurkan tubuhku, tinta penaku macet beberapa kali, aku merasa sendu, aku tak tahu harus bercerita dengan siapa, dan aku sangat rindu kamu).