Senja mulai meneriaki rasa yang sudah dahaga akan cerita. Tidak sabar, berkemas, memotok rambut dengan gaya baru, mencuci perangkat yang sudah berdebu, merapikan dandanan. Mengobati hati yang sudah terlalu perih. Mengikisi kesombongan yang sudah mengarat. Memberi ruang pada hati untuk berlaku.
Marhaban, Ya Ramadhan.
Selamat datang, Hai Ramadhan.
Aku menyebutnya kamu. Kamu yang dinanti. Kamu yang menjadi istimewa dari setiap perjalanan tahun yang mungkin sesekali terasa membosankan. Oh. Ramadhan. Telaga di sebuah perjalanan panjang.
Ada harapan. Aku menjadi lebih peduli, berharap ada yang lebih.
Lebih baik. Lebih dekat pada yang Maha Baik.
Apa yang akan aku saji untukmu? Jika ternyata kamu sudah bersedia datang dan kembali. Menemui. Menceritakan tentang hari hari yang berlalu beberapa tahun yang lalu. Terima kasih. Mengisi lagi cerita yang sudah lama berlanjut. Ramadhan adalah momentum.
Kamu, yang menjadi waktu untuk menjaga diri dari apa apa. Kamu, yang menjadi waktu saat setan terpenjara di langit yang tinggi, aku akan lebih banyak bertarung dengan nafsu sendiri. Kamu, yang dijadikan Tuhan sebagai kado untuk membuka mata hati, bagi orang orang yang berfikir dan memang punya hati. Kamu yang menjadikan dunia terasa panjang. Karena ada malam seribu bulan yang diidamkan banyak orang. Aku ingin bermesraan.
Ramadhan yang sering orang orang sebut dalam setiap tulisan. Surat kabar, baliho, reklame, iklan televisi, media sosial. Semua mendendang. Aku cemburu jika aku terelakan dari peredaran, dari cinta kasih sang Maha Punya Ramadhan. Aku ingin lebih bermakna dari sekedar angan.
Selamat datang, kembali dari satu tahun yang lalu.
Kamu. Bulan puasa. Bulan Berbagi. Bulan Alquran. Bulan perbaikan. Bulan kebersihan. Bulan pengontrol. Bulan kebiasaan baru. Bulan membersihkan hati. Semoga aku bukan hanya bermain kata dalam keindahan untuk merayu, bahwa aku memang bersuka cita atas kedatanganmu.
Suara berdengang, bergembira, membawa asa yang kembali untuk menjadi dekat denganNya. Membersihkan dari apa apa. Mengobati luka. Menghidupkan mimpi. Memaafkan. Menjadi diri sendiri.
***
Tuhan, jangan jadikan aku bermuka dua. Yang selalu rela dengan jalan takdir yang Kau persembahkan pada akhirnya. Aku menunggu, aku mengharap, dan sekarang sudah datang. Selamat datang Ramadhan. Semoga Ramadhan membawaku menjadi yang baru. Manusia yang tidak pernah merasa susah untuk menjadi baik dan baik lagi.
Tuhan, jangan jadikan aku penipu. Yang hanya suka merayu. Jadikan aku sebagai manusia yang bersungguh sungguh hati. Mencurahkan asa yang dipunya untuk memperbaiki kualitas diri. Benar benar mengisi waktu yang sudah diberi. Saat bangun hingga tidur lagi. Bukankah itu yang terpenting.
Pada akhirnya, yang masuk surga mungkin bukan orang yang paling sering sembahyang. Tapi yang selalu mengaitkan apa apa dalam dirinya pada Sang Pemilik Hati. Tentang hidup ataupun mati.
Apa kau lupa, Gustin?
