Image

Dilema energi Indonesia, ada apa?

energi

Indonesia telah memasuki masa usia lanjut, 68 tahun. Sudah cukup umur untuk bisa menjadi negara maju. Indonesia dengan segala kekayaanya selalu menjadi primadona di mata dunia dan masyarakatnya sendiri. Negara dengan keanekarangaman hayati tinggi. Negara dengan mayoritas muslim terbesar. Negara yang sedang berbenah dibanyak bidang. Butuh kerja keras untuk tumbuh dan berkembang menjadi sosok yang mandiri, tak selalu dibodohi, tak dicaci maki, tak diperdayai, dan benar benar memerdekakan diri fisik ataupun psikis. Negara lugu yang harus cerdik mengelola kekayaannya yang melimpah.

Bicara  tentang masa depan Indonesia.

Suatu negara bisa menjadi negara maju setidaknya harus mandiri dalam 3 bidang yaitu pangan, air, dan energi.

Disini saya ingin membahas tentang energi.
Dalam hukum Termodinamika menjelaskan, bahwa energi itu tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan. Jadi usaha manusia dalam rangka menuju kesejahteraan adalah mengubah energi kedalam bentuk yang bisa digunakan untuk keperluan kehidupan.

Sumber energi dibagi menjadi dua jenis, terbarukan dan tidak terbarukan. Sumber energi tidak terbarukan (non renewable) adalah sumber energi yang sekali habis seperti batu bara, minyak bumi, gas alam. Sedangkan sumber energi terbarukan (renewable) adalah sumber energi yang dapat diperbaharui seperti halnya angin, panas matahari, arus laut yang mampu berkelanjutan.

Permasalahan Indonesia dalam bidang energi adalah tentang kebutuhan energi yang tidak mampu tercukupi secara mandiri. Padahal Indonesia punya sumber daya alam (SDA) yang memumpuni. Lalu apa yang salah?

Pertanyaan ini terus saja mengusikku dan mimicuku untuk mencari tahu. Hingga akhirnya saya mendapatkan kesempatan untuk belajar tentang energi dari para pakarnya.

Sudah menjadi kejengkelan yang amat sangat bagi masyarakat Indonesia tentang fakta yang menyebutkan bahwa banyak sekali perusahaan minyak asing yang berkuasa di negeri ini. Perusahaan asing yang berinvestasi, menyedot minyak bumi dari negeri pertiwi, lalu mereka mengolahnya, dan kita balik membelinya. Indonesia bukan menjual lahan, tapi menyewakan lahan. Lalu kenapa pemerintah memutuskan untuk menyewakannya? Tidakkah jika kita olah sendiri kita bisa menjadi mandiri?

Ya, itulah harapan kita dimasa depan. Saat ini Indonesia tidak punya kilang pengolah minyak yang mumpuni. Sekalipun punya itupun sudah tidak terlalu optimal (berusia tua: kilang milik BUMN). Jadi hanya sebagian saja yang diolah sendiri. Indonesia tidak punya teknologi dan infrastruktur yang pas untuk mengolah minyak dengan baik. Lalu kenapa Indonesia tidak membuatnya sendiri?

Indonesia belum berani untuk menginvestasikan dana negara sepenuhnya pada pembangunan kilang minyak yang perlu dana berlipat lipat ganda. Jadi sang pertiwi memilih untuk menyewakan lahan, yang kemudian ada bagi hasil. Berharap bisa menambah nilai ekonomi minyak. Tapi tetap saja tidak bisa mencukup kebutuhan energi yang semakin membengkak seperti kaki kena infeksi. Dan dana negara semakin banyak dikorupsi, hutang ikut juga membengkak seperti kaki gajah.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat, kebutuhan energi semakin meningkat. Sumber daya energi (minyak bumi, batu bara) semakin menipis dan habis. Negara harus semakin banyak mengimport BBM dari Singapura, Arab dan negara lainnya. Import BBM sudah menjadi belanja harian negara. Belum lagi masyarakat menuntut untuk subsidi semurah murahnya. Dilema energi Indonesia. Tapi negara ini tidak punya pilihan lain selain terus berkembang dan maju.

Belum lagi masalah batu bara yang terus terkeruk hingga tak meninggalkan sisa untuk beberapa keturunan kita. Indonesia menjadi pemasok kebutuhan energi dunia, tapi tidak bisa memasoki kebutuhan sendiri. Ironis sebenarnya. Ada permainan politik dan kesepakatan dengan dunia dalam pengelolaan kebutuhan energi di seluruh negara. Seakan Indonesia tidak punya pilihan lain. Menjual batu bara mentah, mendapat untung karena harga batu bara dunia mahal, lalu sadar batu bara untuk dapur sendiri tidak ada, membeli dengan harga yang lebih mahal. Hitung hitungan ini semakin membuat saya pingsan.

Tumiran, salah satu anggota Dewan Nasional Energi Indonesia menuturkan, kita harus mengubah paradigma tentang energi. Indonesia terlalu dininabobokan tentang kekayaan yang melenakan. Sudah saatnya menggunakan sumber energi ini menjadi modal pembangunan dalam negeri, bukan menjadikannya sebagai komoditi. Infrastruktur domestik juga harus ditingkatkan. Saatnya pintar pintar memanfaatkan 2 hal yang tidak pernah habis dan berkelanjutan yaitu sumber daya manusia Indonesia dan sumber daya alam terbaharui. SDM yang mumpuni untuk bisa membuat kilang minyak sendiri, pemanfaatan SDA yang lebih menjanjikan.

Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo, juga mengatakan Indonesia punya segalanya, kita kaya. Yang tidak kita punya itu kebersamaan, rasa sense of belonging pada kepentingan negara.

Kita tidak bisa lama lama bergantung dengan BBM (sumber daya alam tidak terbaharui). Waktunya mencoba membuka mata untuk memanfaatkan angin, alga, tenaga surya, tenaga ombak, panas bumi, bahan organik dan masih banyak lagi. Yang bersifat keberlanjutan. Hal ini menjadi tantangan bagi para ilmuwan untuk menemukan ide ide brilian demi ketahanan energi Indonesia.

Sekarang bukan lagi saatnya mempersalahkan dia atau dia, tapi saatnya berbangkit menghapuskan ketidakadilan. Menjadi negara yang berdaulat, mandiri, berdaya. Kerjasama antara 3 hal, masyarakat (ilmuwan), pemerintah, dan pengusaha. Intergrasi yang baik antara ketiganya adalah kunci utama. Semangat yang sama, keyakinan/keteguhan yang sama, dan kecintaan yang sama pada Indonesia.

Semangat yang sama untuk benar benar memerdekakan Indonesia.

sumber gambar : connectnigeria.com

One thought on “Dilema energi Indonesia, ada apa?

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s