Penghijauan.
Bicara tentang penghijauan, orang selalu tertuju pada penanaman pohon atau reboisasi. Tentang hutan, sawah, ladang, dan banyak hal yang bertema “hijau”. Lebih spesifiknya adalah hal yang membuat bumi menjadi semakin berwarna hijau. Lingkungan yang seimbang adalah lingkungan yang perawan dan nuansa hijau. Penghijauan ada dari kata dasar “hijau” yang berarti melakukan pekerjaan yang membuat hijau. Tapi sebenarnya pengertian penghijau tidak sependek itu. Ada hal lain yang seolah lupa untuk ditilik lebih dalam kenapa perlu penghijauan, kenapa bumi menjadi menguning, kenapa bumi berubah warna, berubah wajah. Kenapa asap dilangit semakin menghitam? kenapa lautan artik semakin cepat mengasam? kenapa banjir terlalu sering datang seketika di ibukota? Permasalahan utama bukanlah karena tidak ada pohon yang menyerap air yang menghasilkan oksigen dengan lebih baik.
Tapi sejatinya sumber yang harus kita tilik lebih dulu adalah sang khalifahnya. Si pemimpin di bumi, manusia. Pemikiran yang telah mengakar berdebu dengan kepentingan ekonomi yang semakin tebal. Paham rakus tentang politik berduit untuk menciptakan kota metropolitan yang bergengsi. Pandangan salah tentang buang sedikit sampah sembarang yang tidak menyebabkan apa apa “cuma bungkus permen aja kok”. Pola pikir yang semakin tercemar karena banyak kepentingan tak mendasar, hingga manusia tidak lagi peduli dengan alam. Seakan lupa bahwa kita harus berkesinambungan secara seimbang. Seolah mereka lupa bahwa alam juga hidup. Si khalifah masih gagal bijaksana. Kurang berbalas budi kalau alam telah menghidupinya. Kebijakan tentang pengelolaan lingkungan yang harusnya mampu mengasihani alam untuk tetap berada di takdirnya.
Saatnya menghijaukan lagi pemikiran sang khalifah di bumi. Mengijaukan kembali semangat manusia untuk peduli pada lingkungan. Bisa dari hal hal kecil yang sepele, namun berkelanjutan. Membentuk kepribadian yang tahu bagaimana harusnya keseimbangan hidup antara manusia dengan alam. Menghijaukan pemikiran, memupuk, menanam kembali paham tentang proses timbal balik yang ada di lingkungan. Seolah ini terlalu sederhana. Tapi permasalahan ini memang penting dimulai dari sikap yang tertanam pada karakter masyarakatnya. Bagaimana kita menyelamatkan bumi menanam pohon disepetak tanah, sedangkan setelah itu seiring dengan itu masih suka membuang sampah di selokan, merokok sepuasnya, melapisi tanah bumi dengan semen. Penghijauan butuh komitmen dari kepribadian yang hijau. Tak hanya sikap sporadis. Tapi juga pribadi yang mampu merawat, menjaga, dan yang punya hati tentang bagaimana membuat alam tak gundul lagi karena cetakan coneblock yang memutih. Cahaya matahari memantul kembali ke atmosfer dengan rasa sedih. Tertahan dan menjadikkan bumi mendidih.
Membangun bangsa sama halnya membangun pemikiran. Menjaga alam sama halnya menjaga prinsip keseimbangan hubungan. Dalam hal keseimbangan, orang orang Bali memegang prinsip Tri Hita Karana. Ada tiga hal yang menjadi pegangan untuk bisa hidup sejahtera yaitu menjaga keharmonisan manusia dengan Tuhan, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan sesama manusia. Keharmonisan prinsip ini yang harus diterapkan untuk bisa hidup damai dibumi. Keseimbangan alam juga mempengaruhi kesejahteraan. Secara langsung atapun tidak langsung. Semua bentuk hubungan ini akan membuat seimbang dalam banyak hal. Lahir maupun batin. Keharmonisan manusia dengan alam bisa ditanamkan melalui pedidikan lingkungan. Pendidikan lingkungan yang diterapkan untuk anak anak, remaja, pemuda dewasa, orangtua, lansia, semua wajib tahu bagaimana seharusnya prinsip berkehidupan dengan alam. Walaupun lebih baiknya pedidikan lingkungan diterapkan sejak dini, sedini mungkin.
Begitu seharusnya sang khalifah menjadi bijak. Manusia hijau.
Membentuk bangsa yang hijau dengan pendidikan karakter kepemimipinan yang hijau. Mendidik anak anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang bijaksana dalam mengelola lingkungan. Pada dasarnya semua yang ada di alam itu diciptakan untuk kesejahteraan makhuk hidup. Sebagian besar untuk kesejahteraan manusia. Dan hewan, tumbuhan, dan semuanya juga ada bagian. Manusia yang lupa dan tak sadar bahwa mereka telah serakah. Mendidik anak dengan pemahaman akan keseimbangan lingkungan yang bijaksana, pengelolaan yang mempertimbangkan masa depan, ekploitasi yang terukur dan mampu terbaharui. Sistem pemanfaatan alam yang berkesinambuangan secara seimbang. Memang tidak spontan. Perlu pendidikan sejak dini secara menyeluruh untuk berbagai kalangan. Hingga dimasa depan akan ada arsitek yang asri, penambang yang peduli, investor yang berhati, pengusaha yang berfikir, pilot yang berprinsip peduli untuk sejalan dengan alam. Begitulah cara membangun bangsa yang hijau. Sama halnya membangun ideologi yang hijau.
Pendidikan lingkungan bisa menjadi sarana yang efektif untuk mengembalikan pemahaman nenek moyang tentang penghijauan terhadap generasi masa depan bangsa. Pendidikan diluar ruang, menulis tentang alam, menggambar diladang, bermain disawah, memperlihatkan bagaimana sejarah hutan, mendekatkan mereka kepada alam hingga mereka tak tahu lagi mana diri mereka dan mana alam itu sendiri. Semua menjadi satu berdampingan. Memberi kesadaran bahwa kita hidup tak sendirian. Berasama alam kita mengambil nafas.